Surabaya (suararakyatjatim) – Situasi ekonomi di Kota Surabaya masa pandemi covid-19 sedang tidak bagus. DPRD Kota Surabaya meminta kepada Pemkot Surabaya agar di dalam revisi Perwali 33/2020 terkait sanksi denda sebesar Rp 250 ribu tidak dicantumkan.
“Rakyat sudah susah dan harus dibebani denda sanksi administrasi Rp 250 ribu merupakan kebijakan tidak elok, tindakan memalukan dan patut diduga menghisap keringat rakyat setelah pajak dan retribusi,” tegas Arif Fathoni Anggota Komisi A di Gedung DPRD Kota Surabaya, Rabu (23/9/2020).
Arif Fathoni menyampaikan, bahwa membenarkan akan ada perubahan perwali baru setelah diterbitkan perwali 33/2020 tentang peraturan protokol kesehatan covid-19.
“Memang kebijakan denda sanksi ini belum ada di Perwali 33/2020, sehingga ada tahapan revisi perwali setelah diterbitkan Pergub baru. Saya berharap di perwali yang baru tidak dicantumkan sanksi denda kepada masyarakat,” katanya.
Menurut Ketua Fraksi Golkar ini, sejak awal DPRD Kota Surabaya mendukung bahwa masyarakat yang melanggar protokol kesehatan diberikan sanksi sosial.
“Misalkan, warga yang melanggar diberi sanksi suka relawan untuk menjadi tenaga kebersihan di rumah sakit rujukan covid. Sehingga mereka tahu bagaimana perjuangan para nakes menyelamatkan warga Surabaya dan dirinya sendiri dari potensi terinfeksi covid,” ungkapnya kepada suararakyatjatim.com
Ketika warga yang kena sanksi sosial itu tahu bahayanya virus covid, lanjutnya, paling tidak yang bersangkutan menjadi duta bagi dirinya, keluarga dan orang lain.
“Denda sanksi sosial ini merupakan kebijakan komperhensif dibandingkan dengan memberikan denda Rp 250 ribu kepada rakyat. Apalagi ditambah situasi sekarang rakyat lagi susah perekonomiannya,” ucapnya.
Menurut Fathoni, sebaliknya kalau pelaku usaha berbadan hukum kalau tidak menerapkan protokol kesehatan secara ketat wajib di berikan denda.
“Jika ditemukan pelaku usaha melanggar maka saya setuju mereka wajib diberikan denda sebesar-besarnya, jangan hanya Rp 250 ribu,” lanjutnya.
“Karena pelaku usaha ini mengabaikan protokol kesehatan, maka dia menciptakan kluster baru. Nah, ini baru berpijak pada kepentingan masyarakat,” imbuhnya.
Lebih jauh, kata Fathoni, kalau alasannya Pemkot Surabaya mengacu pada Pergub membunyikan sanksi denda di dalam pasal tersebut. Sebaliknya, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menyampaikan bahwa denda ini diterapkan tergantung kearifan lokal masing-masing.
“Artinya kalau Surabaya di dalam perwalinya tidak menerapkan sanksi denda uang itu tidak bertentangan dengan Pergub. Jadi saya berharap denda uang itu ditiadakan,” tukasnya.
Fathoni mengaku, mestinya tanggungjawab pemerintah mengedukasi masyarakat agar mentaati dan disiplin melaksanakan aturan protokol kesehatan.
“Caranya libatkan partisipasi masyarakat. Misalkan, merangkul tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda untuk memberikan edukasi kepada masyarakat bahaya virus covid serta bagaimana mekanisme sebarannya,” pungkasnya.(why)