Surabaya (suararakyatjatim) – Banyaknya sikap para akademisi, tokoh masyarakat serta organisasi pemuda dan organisasi keagamaan yang menolak disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi perhatian Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Kota Surabaya.
Menyusul pula maraknya unjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat, buruh, pemuda mahasiswa, serta organisasi massa yang berdemonstrasi di muka umum menyuarakan hal senada.
Ketua Fraksi PKS Akhmad Suyanto menyampaikan bahwa respon berbagai pihak di Kota Surabaya terhadap Undang-undang ini mesti diperhatikan oleh Pemerintah.
“Surabaya sebagai kota indamardi, Industri-perdagangan-jasa-maritim-pendidikan, sangat terkait dengan pelaksanaan undang-undang ini. Karena itu wajar ada reaksi yang besar. Maka pemerintah harus memberikan atensinya,” ujar Yanto, panggilan akrabnya.
Yanto menambahkan persoalan buruh, tenaga kerja, upah, pendidikan, adalah hal yang sensitif dan setiap tahun selalu muncul di Kota Surabaya. “Satu hak saja dirampas, satu kewajiban saja tidak terlaksana, biasanya memicu reaksi para pekerja. Kita semua tentu tahu. Nah undang-undang ini menurut teman-teman buruh menyangkut hal-hal mendasar terkait hak dan kewajiban. Tidak hanya satu bahkan. tapi banyak. Karena itu responnya jadi meluas,” terang Yanto, Jumat (9/10/2020).
Karena itu, Fraksi PKS meminta pemerintah membatalkan pemberlakuan undang-undang ini. Dan memulai kembali pembahasan dengan menampung aspirasi rakyat.
“Yang penting dibatalkan dulu. Agar tidak terjadi keresahan. Situasi pandemi dan resesi ekonomi begini kan mestinya kita bisa bersatu dan fokus menangani. Jangan sampai ada keresahan sosial. Untuk pembahasan kembali, bisa dilakukan setelah pandemi bisa dikendalikan,” ujar Yanto kepada suararakyatjatim.com
Menanggapi adanya kericuhan dan juga perusakan fasilitas umum dalam kegiatan unjuk rasa, Yanto turut menyayangkan.
“Unjuk rasa diatur oleh undang-undang. Mestinya bisa tertib. Apalagi dalam masa ini, protokol pencegahan covid juga harus dilakukan. Maka aparat keamanan hendaknya bisa menciptakan situasi kondusif. Kalau ada pelanggaran bisa ditindak sesuai peraturan. Ini negara demokrasi sekaligus negara hukum,” terangnya.
Yanto berharap ulah segelintir oknum pengunjuk rasa yang tidak tertib dan melakukan perusakan, tidak mengurangi substansinya yakni penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja.
“Saya pikir aparat keamanan sudah bisa membedakan. Mana yang tertib, mana yang melanggar, mana yang provokator. Sekali lagi jangan kehilangan substansi, bahwa penolakan yang luas terhadap UU Cipta Kerja ini mesti diperhatikan Pemerintah,” pungkas Yanto.(why)