Surabaya (suararakyatjatim) – Menjelang lengser dari jabatannya, tindakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini semakin membabi buta.
Dikabarkan, dia mengajukan mutasi sekitar 20 orang lebih aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkot Surabaya ke Mendagri melalui Gubernur Jatim.
Kabar tersebut sudah beredar luas di Facebook atau Grup RT-RW se Surabaya. Salah satu dinas yang dibidik adalah Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Suharto Wardoyo. Ini karena dia diduga menolak membagikan sembako ke daerah-daerah yang sudah ditentukan untuk kepentingan pemilihan wali kota (pilwali) atau memenangkan pasangan nomor urut 1, Eri Cahyadi- Armuji (Er-Ji).
Sementara dalam surat yang sama juga akan mendefinitifkanSuharto Wardoyo sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau ( DKRTH) yang sebelumnya sebagai Plt. Kabar lain, Suharto Wardoyo akan di-staf ahlikan. Seperti diketahui, saat ini DKRTH diduga dipakai alat untuk politik Er-Ji.
Anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, Arif Fathoni ketika dikonfirmasi terkait ini mengatakan, kebijakan Wali Kota Risma ini sangat tidak elok dan tidak pantas.
“Saya pikir lebih bijak Bu Risma tidak melakukan kebijakan strategis, mengingat jabatannya tinggal menunggu hari,” kata Arif Fathoni, Rabu (18/11/2020).
Apalagi, lanjut dia, kabar pengajuan mutasi pejabat di Pemkot Surabaya itu diduga bukan didasari penilaian kinerja dan prestasi.
“Saya menyakini pengajuan mutasi itu bukan berdasarkan penilaian kinerja, tapi lebih karena like and dislike,” ujar dia.
Arif Fathoni yang juga Ketua DPD Partai Golkar Surabaya ini menjelaskan, pasca coblosan Pilkada Surabaya 9 Desember 2020, secara de facto Risma bukan lagi pemimpin Kota Surabaya, karena rakyat sudah memberikan mandat kepada pasangan calon wali kota dan wakil wali kota yang menang.
Menurut dia, lebih baik Bu Risma fokus kepada penetrasi program akhir tahun yang sudah direncanakan, baik melalui APBD murni maupun perubahan.
“Sehingga Bu Risma bisa mengakhiri karir politiknya sebagai wali kota dengan catatan bagus,” ungkap Toni.
Hal senada diungkapkan Ketua DPD Partai Perindo Surabaya, Samuel Teguh Santoso. Menurut dia, meski kurang tiga bulan, lebih baik Bu Risma mengundurkan diri saja dari jabatannya.
“Jika ingin fokus berkampanye untuk pemenangan calon yang didukung sebaiknya Bu Risma mundur. Wong hanya tinggal tiga bulan saja. Ini agar pelayanan Pemkot untuk masyarakat ke Surabaya tak terganggu,” ujar dia.
Sementara Pengamat Sosial Politik dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Agus Mahfud Fauzi menilai, jika mutasi ASN itu benar dilakukan oleh Wali Kota Risma, maka akan menimbulkan interpretasi politik.
“Selain itu, secara etika juga tidak pantas, mengingat akhir masa jabatannya sebagai wali kota tinggal menghitung hari,” kata Agus.
Mantan Komisioner KPU Provinsi Jawa Timur ini menerangkan, berdasarkan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, disebutkan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan wali kota atau wakil wali kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dan menteri.
“Secara etika juga tidak pantas. Seharusnya jika melakukan evaluasi terhadap pejabatnya atau ASN di Pemkot Surabaya, bisa dilakukan sebelum pilkada. Karena logikanya, user atau yang akan memakai itu kepala daerah yang menang, ” tandas dia.
Kadinsos Surabaya Suharto saat dikonfirmasi melalui telepon tidak menjawab. Begitu juga Kabag Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara.
Sementara Ketua Komisi A DPRD Surabaya Pertiwi Ayu Krishna berencana memanggil Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Surabaya disela sela.pembahasan APBD 2021, Kamis (19/11/2020). (why)