Surabaya (suararakyatjatim) – Situasi rapat dengar pendapat (hearing) antara Pansus Retribusi Aset Kekayaan Daerah dan komunitas warga pejuang surat ijo berujung tak kondusif.
Rapat hearing sendiri digelar di ruang sidang Paripurna DPRD Kota Surabaya, Selasa (25/5/2021).
Pada awal jalannya rapat terlihat lancar dan begitu kondusif. Ketua Pansus Mahfudz mempersilakan satu persatu perwakilan warga surat ijo mengeluarkan aspirasinya.
Namun, ketika di tengah-tengah rapat mulai sedikit rancu. Terjadi adu argumentasi antara ketua serta anggota Pansus dengan warga surat ijo. Hingga berujung penutupan rapat oleh Ketua Pansus, Mahfudz.
Menurut pantauan wartawan suararakyatjatim.com di ruang rapat, Ketua Pansus terpaksa mengakhiri rapat lebih awal dikarenakan adanya perwakilan warga surat ijo yang keluar dari forum sehingga dianggap tidak menghormati pimpinan rapat.
Ketika dimintai keterangan perihal insiden yang terjadi dalam rapat tersebut, Mahfudz beranggapan apa yang dilakukan merupakan hal yang wajar.
“Saya kira wajar, karena (rapat) kan sudah tidak kondusif. Pertama tidak kondusif. Kedua, yang disampaikan berulang-ulang tidak ada urgensinya juga,” kata Ketua Pansus, Mahfudz.
Menurutnya, selama forum berjalan, apa yang disampaikan komunitas warga pejuang surat ijo sudah di luar pembahasan.
“Iya di luar pembahasan. Karena mereka ngotot menggunakan teori pokok’e (pokoknya). Sedangkan kita sudah menggunakan teori hukum,” jelas Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya ini.
Kesimpulannya, Mahfudz meminta penghuni tanah surat ijo harus membayar retribusi sesuai aturan yang telah ditentukan Pemkot Surabaya.
“Bagaimana pun lahan atau tanah surat ijo yang dihuni warga Surabaya ini adalah aset pemerintah. Ya memang harus ada retribusi, karena diaturannya begitu. Tapi jika penghuni tanah surat ijo tetap ngotot tidak mau membayar. Ya, wajar-wajar saja,” kata Mahfudz.
Sejak awal, Mahfudz telah menjelaskan, bahwa kapasitas DPRD Kota Surabaya memfasilitasi membahas Raperda Retribusi kekayaan aset daerah kepada penghuni tanah surat ijo tidak mempunyai kewenangan untuk melepas tanah surat ijo tersebut.
“Tapi penghuni surat ijo ini perjuangannya tetap bagaimana caranya melepas tanah surat ijo. Kita bukan kapasitas untuk permasalahan tersebut. Kita hanya memfasilitasi meteka untuk pemangku kebijakan,” tarang dia.
“Pemangku kebijakan sudah menjelaskan dengan detail bahwa lahan itu aset pemerintah. Jika ingin membuktikan lahannya bukan aset pemerintah, penghuni silakan menggugat di pengadilan,” lanjut dia.
Mahfudz menjelaskan, kapasitas legislatif mempunyai kewenangan hanya membuat peraturan daerah (perda).
“Kita ini legislatif, tidak bisa menjadi eksekutor. Toh peraturan perda retribusi kemarin usulan dari pemkot. Apalagi kalau kita tidak melaksanakannya tetap salah,” ujar legislator Fraksi PKB kepada wartawan.
Oleh karena itu, Mahfudz mengimbau kepada penghuni tanah surat ijo agar permasalahan ditempuh melalui jalur hukum.
“Mereka bisa juga mengadu ke penyelenggara (Pemkot, red) atau digugat ke pengadilan. Jangan digugat ke legeslatif yang bukan kapasitasnya. Kita hanya bisa mendorong eksekutif, kalau ada payung hukum yang mengatur tidak melanggar hukum. Ya, sudah dilepas saja. Tapi kalau tidak ada payung hukum, bagaimana bisa melepas tanah surat ijo tersebut,” tandas dia.
Sementara itu, perwakilan warga surat ijo, Harijono merasa kecewa atas keputusan Pansus yang menutup rapat lebih awal.
“Sangat-sangat kecewa. Tolonglah aspirasi dari masyarakat ini ditampung, jangan emosi. Jangan kita langsung dihentikan,” pungkasnya.(why)