Surabaya(suararakyatjatim) – Pembangunan SPBU di Jalan Ir Soekarno 18 yang sampai menebang sejumlah pohon di tepi jalan dan menutup seng lahan yang jadi kewenangan pemerintah, disorot tajam Komisi C DPRD Kota Surabaya.
Karena itu, Komisi C yang membidangi pembangunan mengundang pemilik SPBU dan instansi di Pemkot Surabaya dalam rapat hearing, Kamis (23/9/2021), untuk memberikan penjelasan.
Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Baktiono mengatakan, dari penjelasan Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang (DPRKP-CKTR) Dinas PU Bina Marga dan Pematusan, serta Bagian Hukum Pemkot Surabaya, memang seluruh perizinan pembangunan SPBU tersebut sudah lengkap.
“Perizinan pembangunan SPBU sudah ada. Sementara penebangan pohon, meski bukti-bukti belum diserahkan, tapi sudah diganti. Bahkan, mereka sudah minta izin ke Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau,” ujar Baktiono kepada suararakyatjatim.com.
Yang agak janggal, lanjut politisi senior PDIP ini, adalah terkait selokan. Lantaran ada anggota dewan yang punya usaha seperti itu, tapi dia harus membayar retribusi ke instansi yang ada. Seperti halnya Pemkot Surabaya menggunakan dan memanfaatkan lahan yang diakui milik PT KAI, harus membayar miliaran tiap tahun. Seperti di kawasan Sidotopo dan Sidotopo Wetan.
“Pemkot manfaatkan sungai dan memasang box culvert untuk saluran dan jalan saja harus membayar. Pemilik SPBU ini luar biasa, memanfaatkan selokan tapi tak ditarik retribusi, “ungkap dia.
Karena itu, persoalan ini ditanyakan Komisi C. Lantaran ada informasi semua kewenangan di Jalan Ir Soekarno mulai dari Jalan Kenjeran hingga Jalan Gunung Anyar menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2010 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan. Jadi kewenangannya di Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jatim-Bali. Sehingga izinnya di sana .
“Komisi C akan mengundang dan meninjau langsung ke lapangan tentang kebenaran tersebut. Sebab dari pihak pengusaha SPBU belum menunjukkan perizinan-perizinan yang diakui,” jelas Baktiono.
Lebih jauh, dia mengaku, lahan yang dibangun SPBU itu milik pribadi, tapi ada lahan lain yang dipakai untuk kegiatan usaha. Kalau kegiatan usaha itu kewenangan Pemkot Surabaya, ya harus ada retribusinya. Begitu juga kalau ada kewenangan instansi lain, harus ada retribusinya. Namun kalau kewenangan itu ada di Pemerintah Pusat melalui Permen PU Nomor 20/ Tahun 2010, nanti akan ditanyakan Komisi C.
“Ya, kita harus membuat mekanisme peraturan harus sejajar dan selaras dengan peraturan di atasnya. Ini agar masyarakat lain bisa terlayani dengan baik,”tegas dia.
Soal dampak sosial, Baktiono menjelaskan, selain perizinan SPBU sudah lengkap, pihaknya juga mengimbau agar karyawan yang direkrut SPBU tersebut 70 persen harus dari warga sekitar, yakni warga yang punya KK dan KTP Surabaya yang dibayar sesuai UMK Surabaya.
“Kita ingin banyak investasi yang datang di Surabaya dan pengusaha yang membuka usaha sudah memiliki analisa ekonomi akan mendatangkan keuntungan. Kalau pengusaha untung, tentu ada pemasukan pemkot ke PAD dan warga sekitar diuntungkan dengan rekrutmen tenaga kerja di wilayah tersebut,” ucap dia.
Terkait pemanfaatan lahan pemkot, sementara tidak ada retribusi yang masuk. Apa pemkot kecolongan? Baktiono menyatakan bukan. Itu tadi disampaikan pemkot sendiri bahwa kewenangannya itu di Pemerintah Pusat.
Memang, lanjut dia, pada 2003, Pemkot Surabaya membebaskan lahan itu dengan anggaran Rp 200 miliar kala itu. Tetapi kenapa pemkot berani membebaskan daerah itu? Karena ini kota Surabaya. Dan untuk pembangunan itu tidak hanya menjadi kewenangan pusat terus, tapi juga harus ada sharing anggaran, sharing pekerjaan, termasuk dengan pemprov dan pemkot. Makanya, walau pemkot yang membebaskan lahan di
Middle East Ring Road (MERR), Tapi kewenangan tetap di Pemerintah Pusat.
Dedy P, perwakilan dari DPRKP-CKTR Kota Surabaya menjelaskan, bahwa pembangunan SPBU sudah memiliki IMB yang diterbitkan pada 7 Agustus 2020.
“Kami berani menerbitkan IMB karena persyaratan administrasi dan teknis sudah terpenuhi. Mulai rekomendasi dari Dinas PU, izin Lingkungan Hidup dan dari BBPJN Jatim-Bali. Tapi IMB yang kita terbitkan di dalam pagar. Karena itu, kita sarankan perlu dilihat AMDAL lainnya, ” ungkap dia.
Indah N, dari Dinas PU Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya menuturkan untuk pengadaan tanah sepanjang Jalan Ir Soekarno atau MERR mulai dari Jalan Kenjeran hingga Jalan Gunung Anyar, memang dilakukan Pemkot Surabaya. Sementara selokan dan jalan, pengelolaannya ada di BBPJN.
“Kalau perawatannya dari Dinas PU Bina Marga,” tutur dia.
Soal pagar seng yang mengelilingi SPBU? Dia mengakui harus dilihat dulu perjanjian dengan BBPJN seperti apa. “Memang ada lahan dari pemkot, tapi pengelolaanya di BBPJN,” kata dia.
Sementara Djunaidi dari Bagian Hukum Pemkot Surabaya menjelaskan, MERR ini merupakan sinergi antara Pemkot Surabaya dengan Pemerintah Pusat, sehingga dikelola BBPJN. Jadi, pemanfaatan dan izin-izin yang dilakukan pihak siapapun harus tunduk pada BBPJN.
“Saya usul agar pihak BBPJN dihadirkan. Jika memang tak diakui, maka secara administratif pengelolaannya bisa dialihkan ke pemkot,” tandas dia.
Soal penebangan pohon, dia mengaku di Perda sudah diatur ada kewajiban yang harus dilakukan yakni mengganti pohon, “Makanya, ini perlu dikroscek ke DKRTH, apakah pohon yang ditebang itu sudah diganti oleh pemilik SPBU atau belum,” ungkap dia.
Sedang pemilik SPBU, Steven Astono (PT Alpha Kumala Wardhana), menyatakan, jika semua perizinan pembangunan SPBU miliknya sudah ada semua. “Pagar seng itu untuk pengamanan saja karena kita takut kena pengendara ketika ada pengerjaan proyek,” tutur dia.
Mengenai adanya sejumlah pohon milik pemkot yang ditebang, dia mengaku sudah dapat izin.Bahkan , pohon yang ditebang sudah diganti.
“Suratnya ada , tapi tidak saya bawa.Dan, pohon yang ditebang itu sudah kita ganti dengan pohon dan sudah kita setorkan di Kebun Bibit,” ungkap dia seraya menambahkan akan mengusahakan agar warga sekitar bisa menjadi karyawan di SPBUnya. (why)