Surabaya(suararakyatjatim) – Komisi C DPRD Kota Surabaya berharap sengketa tanah di Jalan Kalisari Timur Tanggul 30 yang melibatkan ahli waris almarhum Romli dengan PT AKY diselesaikan secara kekeluargaan. Namun, jika gagal, kasus ini akan dilaporkan ke Satuan Tugas (Satgas) Mafia Tanah.
Hal ini disampaikan Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Baktiono usai di ruang Komisi C, Kamis (7/10/2021).
Menurut Baktiono, pihaknya menerima pengaduan dari ahli waris almarhum Romli, kalau lahannya seluas 1 hektare telah dikuasai orang lain dengan keluarnya sertifikat hak guna bangunan (HGB). Jadi atas keputusan Mahkamah Agung (MA) yang inkrah (berkekuatan hukum tetap).
Dari riwayat tanah yang dipelajari Komisi C, lanjut Baktiono, bahwa tanah tersebut adalah milik orang tua dari ahli waris yang jumlahnya tujuh, yakni Pak Romli yang meninggal dunia pada 1984. Dari keputusan MA yang diterbitkan, lahan tersebut pernah dijual ke oknum yang menguasai saat ini pada 1984.
“Itu salah satu kejanggalan. Pak Romli meninggal dunia 1984, tapi pada akta jual beli dan keputusan MA, Pak Romli menjual tanah tersebut pada 1994,” ujar dia.
Politisi senior PDIP menambahkan, untuk kejanggalan selanjutnya terjadi ketika pihak korban yang diantar lawyernya untuk menerima keputusan dan diberi kompensasi kurang lebih Rp 1 miliar.
“ Ini kejanggalan kedua. Kenapa? Kalau sudah menang ya untuk apa memberi kompensasi kepada ahli waris,” jelas dia.
Kejanggalan berikutnya, kata Baktiono, datang dari kelurahan. Pada Kerawangan atau buku kretek kelurahan masih tertera sah atas nama almarhum Romli dengan tujuh warisnya.
“Ketika masih hidup, Pak Romli atau ahli warisnya belum pernah memindah tangankan atau menjual atau menghibahkan kepada siapapun,” tandas Baktiono.
Dia menambahkan, karang taruna dan warga serta ahli waras mengutuk keras penutupan akses jalan di sana.
“Kalau warga protes dan ingin membuka akses jalan tersebut yang di kelurahan masih tercatat atas nama almarhum Romli dan ahli warisnya itu senantiasa dibenturkan dengan aparat kepolisian dan juga warga lainnya,” tutur dia.
Karena itu Komisi C mengundang dari Pakar Hukum Tata Negara Prof Eko Sugitario. Dari keputusan tersebut Prof Eko menyarankan bahwa keputusan MA tersebut harus diruntut, ditelusuri prosesnya.
Diakui Baktiono, keputusan MA tersebut memang sudah inkrah, tapi prosesnya tidak benar. Komisi C sudah berkoordinasi dengan Komisi III DPR-RI. Komisi C juga akan mengundang sekali lagi pihak- pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa ini secara kekeluargaan.
“Kita tunjukkan data dan fakata yang ada. Kalau masih tak ketemu atau deadlock kita langsung laporkan ke Satgas Mafia Tanah untuk bisa ditindaklanjuti agar barang siapa yang bersalah diproses secara hukum,” tegas Baktiono.(adv)