Surabaya(suararakyatjatim) – Keberadaan apartemen Trillium Residence dituding sebagai salah satu penyebab terjadinya banjir di kawasan Gedung Negara Grahadi dan sekitarnya, Jumat (7/1/2022). Ini karena brandgang (saluran air) sepanjang 60 meter yang mengarah ke sungai Kalimas tertutup endapan lumpur.
Dampak dari pendangkalan tersebut, aliran air yang semestinya lancar menuju sungai malah terhalang sedimen setinggi satu meter.
Menindaklanjuti tinjauan lapangan, Komisi A DPRD Kota Surabaya menggelar hearing dengan PT Pemuda Central Investindo, pengembang Apartemen dan Office Trillium dan OPD terkait di ruang Komisi A, Kamis (20/1/2022).
Perwakilan dari PT Pemuda Central Investindo, Widyana Kusumawati menyatakan, pihaknya sudah menerima mandat dari direksi dan siap bekerjasama dengan Pemkot Surabaya untuk melakukan pembersihan dan pemeliharaan brandgang agar tak terjadi banjir lagi.
“Sebenarnya kita sudah melakukan perawatan saluran secara periodik, tapi hanya di atas tanah saja. Karena untuk mengeruk sedimentasi, mungkin ada skill atau teknik yang belum kita ketahui,” ujar dia.
Terkait satgas yang membersihkan saluran di apartemen Trillium, Sekretaris Dinas Sumber Daya Air, Dwija mengatakan, jika pihaknya harus segera melakukan upaya untuk memperlancar saluran agar aliran air bisa lancar. “Itu yang kita lakukan. Tidak ada pertimbangan-pertimbangan lain,” jelas dia.
Lebih jauh, Dwija menjelaskan, setiap ada kawasan yang banjir, pihaknya melakukan evaluasi. Misalnya, ada genangan di suatu kawasan, pihaknya tidak melihat hanya satu tempat itu saja, tapi sistemnya. Kemana arahnya air. Jika ujungnya ada hambatan, maka akan dilakukan tindakan.
“Sebenarnya untuk pemeliharaan brandgang itu menjadi tanggungjawab pemilik persil (apartemen Trillium). Tapi karena saluran itu menjadi satu kesatuan dengan sistem drainase Pemkot Surabaya, kan kita tidak bisa abai terhadap itu. Permasalahannya tidak hanya Trillium saja, tapi banjir juga menimpa kawasan lain, seperti Jalan Panglima Sudirman, Jalan Embong Kenongo, Jalan Embong Sawo, lapangan Hokky dan lain lain,” imbuh Dwija.
Apa ada sanksi? Dwija tak bisa berkomentar banyak. “Ya kita tunggu rapat berikutnya. Intinya dari pemkot kan memprioritaskan penanganan genangan. Terkait perizinan, IMB dan sebagainya, itu dari Dinas Cipta Karya,” tandas Dwija.
Menanggapi ini, anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya Arif Fathoni mengatakan, dalam hearing pihaknya mencoba bertanya siapa yang bertanggungjawab atas pemeriksaan atau pemeliharaan saluran tersebut.
Ternyata, seperti yang disampaikan Sekretaris Dinas Sumber Daya Air, Dwija, tanggungjawab ada di pihak apartemen Trillium atau PT Pemuda Central Investindo, selaku pengelola apartemen dan office 25 lantai tersebut.
“Dalam dokumen perjanjian sewa menyewanya, semestinya pemeliharaan saluran air itu tanggungjawab pihak apartemen Trillium. Tapi setelah perjanjian sewa menyewa itu ditandatangani sampai kemarin tak pernah dilakukan pemeliharaan. Tak heran, jika terjadi sedimentasi setinggi satu meter.Itulah yang patut kita duga menghambat saluran air langsung ke Kalimas. Itu yang akhirnya kita semua tahu pusat kota terjadi genangan cukup lama,” ungkap Toni, panggilan Arif Fathoni.
Selain itu, lanjut politisi muda Partai Golkar ini, pihaknya juga mempertanyakan jika pemeliharaan saluran itu menjadi tanggung jawab dari PT Pemuda Centra Investindo, kenapa Pemkot Surabaya kemarin harus menerjunkan satgas yang jumlahnya cukup banyak untuk membersihkan saluran air tersebut.
“Mestinya kan bisa dialihkan ke kampung kampung yang membutuhkan saja uang APBD itu. Tapi demi menyelamatkan pusat kota dimana ada obyek vital nasional seperti Gedung Negara Grahadi, akhirnya pemkot melaksanakan tanggung jawab orang lain,” ungkap Toni kepada suararakyatjatim.com.
Untuk itu, Toni berharap selama masa proses ini, termasuk juga ditanyakan kepada bagian hukum, karena telah terjadi proses ekologi seperti ini, memungkinkan apa tidak perjanjian sewa menyewa atau ruislag itu dibatalkan. Sehingga normalisasi saluran airnya terjadi. “Karena tidak boleh entitas bisnis itu kemudian merugikan kepentingan masyarakat,” tegas Toni.
Mantan jurnalis ini menambahkan, rapat akan dilanjutkan Minggu depan karena dokumen proses perjanjian ruislag baru diterima Komisi A dari bagian hukum, meski sebenarnya sudah diminta dari kemarin-kemarin.
Baru kemudian menindaklanjuti agar kejadian seperti kemarin tidak terulang.
Kalau memang menginginkan gedung itu, tanah aset itu, untuk kepentingan bisnis, PT Pemuda Centra Investindo semestinya tanggungjawab melekatnya harus dilakukan.Jangan abai. Kalau abai yang rugi tentu masyarakat Surabaya pada umumnya.
“Kita semua tahu di pusat kota itu ada Gedung Grahadi, obyek vital nasional. Grahadi itu etalase Jatim. Kalau di situ ada genangan cukup lama, gegara saluran air tidak berfungsi maksimal, maka tidak hanya wali kota yang malu, tapi juga warga Surabaya, masyarakat Jatim dan Indonesia,” beber dia.
Apa Rekom Komisi A terkait ini?Toni mengaku, rapat belum berakhir dan ditunda minggu depan.
“Kita akan konsultasi dengan pakar lingkungan sebelum rapat lagi dengan PT Pemuda Central Investindo. Kemudian soal kajian. Sebelum menyetujui proses ruislag, infonya pemkot punya kajian. “Ya tentu hasil kajian saat itu akan kita uji saat ini. Kalau dari kajian saat ini normalisasi mutlak diperlukan, ya kami berharap pemkot menormalisasi kembali.
Otomatis perjanjian sewa menyewa dibatalkan dan ruislag ditinjau kembali, “tandas dia .
Selain apartemen Trillium, apa ada apartemen lain yang jadi pemicu banjir karena dibangun di atas brandgang? Toni menuturkan, jika pihaknya akan mencari tahu. Sementara ini yang ia lihat baru itu (apartemen Trillium). Karena di bawahnya ada brandgang.
“Kami akan cari tahu. Ini mudah- mudah menjadi pintu masuk untuk menelusuri aset-aset pemkot yg digunakan untuk kepentingan swasta, apakah berdampak ekologi bagi masyarakat Surabaya,” tandas dia.
Hal senada disampaikan Sekretaris Komisi A, Budi Leksono. Dia menyatakan, dari awal pembahasan katanya diserahkan ke pemkot untuk pemeliharaan brandgang tersebut. Tapi setelah dibuka perjanjiannya, ternyata menjadi tanggung jawab pengelola apartemen Trillium.
“Pengerukan sedimentasi oleh satgas PU jelas menggunakan anggaran pemkot. Bahkan, pihak apartemen Trillium tak punya rasa kemanusiaan. Meski petugas bergotong royong kerja bakti membersihkan saluran, tapi tak disediakan konsumsi dan hanya melihat saja,”tegas Buleks, panggilan Budi Leksono.
Dan yang membuat Buleks tersinggung adalah penyampaian dari PT Pemuda Central Investindo, bahwa mereka tidak tahu cara untuk mengeruk endapan lumpur.
“Trillium ini apartemen mewah, seharusnya sudah tahu cara membersihkan selokan. Ini menunjukkan jika sejak awal mereka tak punya niat baik untuk menjaga kebersihan atau merawat saluran. Buktinya endapan lumpur sudah setinggi satu meter. Dan saya yakin sebagian dari banjir di kawasan tersebut dari sana.Airnya kan sedikit kalau kena sampah ya tertutup,” ungkap dia.(why)