Surabaya, suararakyatjatim.com – Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Arif Fathoni, mendorong Pemerintah Kota Surabaya berkolaborasi melibatkan sejumlah institusi untuk mencegah tawuran remaja selama Ramadan. Seluruh instrumen Pemkot harus digerakkan dan tidak lagi hanya bertumpu pada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Thoni mengatakan Satpol PP perlu melibatkan tiga pilar untuk mengintensifka patroli ke wilayah rawan gangguan ketentraman dan ketertiban umum (trantibum). Idealnya, Pemkot sudah mempunyai data tempat yang berpotensi kerawanan sosial di Kota Surabaya.
“Maka Satpol PP bersama 3 pilar dan Dinas Pendidikan juga Asisten bagian pemerintah kota untuk melakukan penyisiran terhadap wilayah yang sering terjadinya tawuran itu kira-kira ada persoalan apa,” ujar Thoni, di DPRD Surabaya kepada suararakyatjatim.com,
Thoni mengakui kewenangan penanganan aksi tawuran yang melibatkan para pelajar SMA itu sebenarnya ada di Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Meski demikian, dia menilai perlu pelibatan institusi Pemkot yaitu camat dan lurah untuk memberikan pendampingan dan pembinaan,
“Agar pelajar itu tidak ikut-ikutan aksi tawuran,” katanya.
Usia remaja, terang Thoni, masih dalam kondisi rentan secara emosi. Kecenderungan pencarian jati diri sangat kuat dan potensial salah dalam memilih pergaulan.
Meski demikian, kondisi ini tidak bisa dikecam. Para remaja tersebut membutuhkan bimbingan.
“Kita tidak bisa mengecam, menegakkan hukum secara ansich saja,” tegasnya
Selain itu, Thoni menilai pentingnya peran Dinas Pendidikan dan bagian pemerintah kota Surabaya untuk aktif menggerakkan lurah dan camat melakukan pemetaan dan pendampingan. Agar, anak-anak seusia itu yang sedang mencari proses jati diri bisa dicerahkan dan sadar kembali.
“Kira-kira apa yang menjadi problem mereka,” katanya.
Untuk itu, dia berharap seluruh instrumen Pemkot Surabaya juga harus terlibat dan bergerak tak hanya bertumpu pada Satpol PP saja. Termasuk bagaimana lurah, camat, dan Dinas Pendidikan juga bergerak aktif.
“Mudah-mudahan di kemudian hari tidak ada kenakalan remaja lagi yang menjerumus ke aksi-aksi anarkis yang merugikan kepentingan umum maupun fasilitas umum,” ujarnya.
Terakhir, Thoni meminta tindakan tegas terhadap pelaku aksi tawuran apalagi jika menyangkut korban. Menurutnya, proses hukum kekerasan yang dilakukan oleh orang terhadap orang di muka umum tidak bisa dilakukan dengan pendekatan restorative justice.
“Ya di hukum saja agar ada efek jera, tidak terulang lagi di kemudian hari,” pungkasnya.(Adv/why)