Surabaya, suararakyatjatim.com – Menjelang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun ajaran 2022/2023, tim Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Surabaya mempertanyakan kinerja Dinas Pendidikan yang masih berkutat pada pembahasan seragam sekolah untuk siswa MBR.
“Saya selaku anggota Banggar mempertanyakan apa saja yang dilakukan atau dikerjakan Dinas Pendidikan mulai November 2021 hingga April 2022. khususnya mengenai seragam sekolah jalur mitra warga atau siswa MBR yang akan diberikan, termasuk biaya personal,” ujar Baktiono, Senin (18/04/2022).
Dia menjelaskan, untuk seragam sekolah jenjang SD-SMP baik negeri maupun swasta yang akan diberikan Pemkot Surabaya lewat jalur mitra warga, yang saat ini diberi persyaratan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ini sudah diatur dalam Perda 16/2012, dimana jalur mitra warga itu kuotanya lima persen. Jadi dibiayai sampai biaya personal, termasuk seragam, topi, tas, sepatu, dan buku kalau diperlukan. Tapi melalui program yang baru itu sampai MBR.
Untuk memenuhi seragam yang sudah dianggarkan lewat Banggar, politisi senior PDI-P ini menilai program Wali Kota Eri Cahyadi tersebut sangat baik sekali karena melibatkan UMKM untuk mengerjakan seragam. Tapi kan harus ada standarisasinya, baik standarisasi kualitas (bahan) maupun standarisasi mutu dari seragam tersebut (jahitannya).
“Dari UMKM yang ada itu kan ada batasan, berapa kemampuan UMKM untuk bisa mengerjakan seragam yang dipesan Dinas Pendidikan melalui pemkot,” ungkap Baktiono.
Jangan sampai program yang mendadak ini seperti tahun 2021, di mana anggaran sudah disiapkan pada November 2020 untuk Tahun Anggaran (TA) 2021. Sementara untuk TA 2022 sudah disahkan pada 10 November 2021.
Kenapa anggaran-anggaran di Pemkot Surabaya disahkan pada tahun sebelumnya, bahkan pada November? Baktiono menjelaskan, ini memang persyaratan dari Pemerintah Pusat bahwa semua R-APBD kabupaten/kota maupun provinsi harus final akhir November tahun sebelumnya.
“Ini karena untuk persiapan lelang ataupun persiapan perencanaan, sehingga pada pelaksanaan anggaran tahun berjalan bisa mulai Januari. Jadi, itu bisa langsung jalan,” beber dia.
Kalau sampai bulan April ini belum ada aksi apapun dari Dinas Pendidikan khususnya soal seragam sekolah, lanjut dia, berarti Dinas Pendidikan terlambat melakukan aksinya untuk seragam tersebut.
Jika sampai bulan Juni yang sudah memasuki PPDB masih belum siap (soal seragam), artinya siswa-siswa yang sudah MBR pasti menunggu seragam dari Dinas Pendidikan.
“Kejadian 2021 jangan terulang lagi. Anggaran sudah disahkan oleh DPRD Surabaya pada 10 November. Seharusnya dalam kurun waktu satu bulan ini persiapan Dinas Pendidikan untuk menuju 2022,” tandas Baktiono yang juga Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya.
Persiapannya berupa jumlah seragamnya berapa, jenisnya (seragam) apa saja, dan ukurannya apa saja. Termasuk sepatunya, tas, topi, dan bed seperti apa.
“Tinggal nama siswa dan itu diserahkan ke masing masing siswa. Baru Januari berjalanlah UMKM,” imbuh Baktiono.
Berikutnya, kata dia, berapa kemampuan UMKM tersebut untuk mengerjakan seragam. Kalau kemampuannya bisa 100 persen, maka bisa selesai akhir April. Dengan begitu, tinggal melakukan eveluasi kekurangannya itu pada bulan Mei. Sehingga ketika masuk sekolah tatap muka pada bulan Juni seragam sudah selesai semua.
“Ini semua harus didata, kemampuan UMKM mengerjakan seragam itu berapa. Kalau bisa, 100 persen bisa dilepas. Kalau UMKM mampunya hanya 50 persen, maka sisanya segera dicarikan pengusaha konveksi untuk bisa mengerjakan seragam untuk jalur mitra warga atau MBR tersebut. Sehingga bisa selesai semua,” kata dia.
Apa ini menunjukkan jika kinerja Dinas Pendidikan kurang serius? Baktiono menyatakan, makanya kalau saat ini masih berkutat pada pembahasan seragam, Banggar mempertanyakan apa saja yang dikerjakan Dinas Pendidikan mulai November 2021 hingga April 2022 ini.
“Apa hasilnya? Ini baru soal seragam saja, belum tanya tentang persiapan PPDB,” tandas dia.
Soal kemungkinan ada permainan dengan pengusaha konveksi besar? Baktiono mengaku bisa saja ada dugaan permainan seperti itu. Tapi yang penting sesuai mekanisme yang ada. Kalau mekanisme itu tak dilalui, otomatis Wali Kota harus turun tangan. Karena ini persoalan besar, jangan setiap tahun terulang. Padahal, ini kan sebenarnya persoalan gampang kalau Dinas Pendidikan benar-benar konsentrasi. Apalagi, di Dinas Pendidikan kan punya bidang-bidangnya. Ini tidak sulit karena anggaran pendidikan disediakan cukup.
Baktiono juga wanti-wanti jangan sampai ada sekolah SD-SMP menyodorkan daftar harga seragam ke setiap siswa. Selain itu, jangan ada lagi koperasi sekolah untuk jual beli seragam. Karena koperasi sekolah itu untuk pembelajaran siswa, bukan jual beli seragam yang dilakukan oleh kepala sekolah dan gurunya seperti tahun tahun sebelumnya. Karena, itu pasti sepengetahuan Dinas Pendidikan.
“Maka Kepala Dinas Pendidikan yang baru harus bisa mengontrol dan mengendalikan sekolah itu untuk melarang jual beli seragam. Biar masyarakat umum yang tak masuk MBR, tak dapat personal bisa bebas membeli di pasar atau tukang jahit, ” tutur dia.
Sehingga apa yang menjadi misi Wali Kota bisa terwujud dalam hal untuk pertumbuhan perekonomian rakyat. “Rakyat penjahit bisa hidup, rakyat penjual seragam di pasar bisa hidup, sehingga semua bisa tumbuh. Tidak dimonopoli Dinas Pendidikan sekolah-sekolah negeri tadi,” pungkas dia.(why)