suararakyatjatim.com – DPRD Surabaya terus mendorong transformasi penyelengaraan reklame dari industri reklame konvensional menuju reklame digital (videotron) guna menghindari kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya.
Rencana tersebut terus dimatangkan melalui penggodokan Revisi Perda Nomor 5/ 2019 Tentang Penyelenggaraan Reklame.
Menurut Ketua Pansus Reklame, Arif Fathoni, karena ini raperda inisiatif Komisi A DPRD Surabaya, maka pihaknya
sudah rapat beberapa kali dengan mengundang para pakar, baik Pakar Ekonomi, Pakar Hukum, Pakar Tata Kota, Tim Ahli Cagar Budaya Surabaya dan lain lain.
“Hari ini, kami meminta masukan stakeholder industri reklame yang ada di Surabaya, terkait wacana yang kami munculkan, yakni transformasi industri reklame dari reklame konvensional menuju reklame berbasis teknologi informasi (digital). Seperti videotron. Toh, keuntungannya banyak. Satu titik bisa menampilkan berbagai macam konten,”ujar Arif Fathoni, Senin (20/3/2023).
Karena sifatnya hanya meminta saran, lanjut dia, maka seluruh pelaku industri reklame di Surabaya yang jumlahnya mencapai 66 diberi kesempatan untuk berbicara yang sama.Artinya, saran dan pendapat mereka nanti akan dirumuskan menjadi redaksi pasal per pasal.
Menurut Toni, panggilan Arif Fathoni, setelah pansus selesai melakukan sinkronisasi dengan Tim Reklame Pemkot Surabaya yang dalam hal ini diwakili Bagian Hukum, maka pansus akan mengundang kembali asosiasi-asosiasi perusahaan reklame yang ada di Surabaya untuk meminta masukan kembali.
“Saya pikir respons pelaku reklame cukup. Positif semua.Kami berharap ketika raperda ini disahkan sudah tidak ada polemik yang berarti. Karena tujuannya bagus, yakni bagaimana Surabaya ini secara estetika bertambah, kemudian PAD juga bisa naik,” ungkap Toni.
Lebih jauh, Ketua DPD Partai Golkar Surabaya ini menegaskan, bahwa salah satu semangat raperda ini dilakukan adalah untuk meminimalisasi kebocoran PAD karena adanya ruang kekosongan hukum.
Ruang kekosongan hukumnya itu, jelas Toni, karena Perda Nomor 5/2019 itu, Perwali-nya (Peraturan Wali Kota) masih memakai Perwali Nomor 21/2010. Padahal, Perwali 2010 ini digunakan untuk Perda Nomor 8/2006 tentang Penyelenggaraan Reklame.
“Jadi Perwali Nomor 21 Tahun 2010 tentang reklame sudah tidak relevan lagi dan tidak sesuai dengan Perda 5/2019.
Karena, Perda 5/2019 sampai saat ini belum memiliki Perwali Sehingga masih menggunakan Perwali lama tahun 2010,” jelas dia.
“Ada pemilik advertising yang memasang reklame di bibir sungai. Tapi karena tidak diatur oleh Perwali, jadi semua terkesan bebas,”tegas Toni.
Karena itu, dia berharap, dengan adanya Pansus Revisi Perda 5/2019 ini, maka penyelenggaraan reklame di Kota Pahlawan akan lebih sempurna.
“Kami berharap ini bisa disempurnakan sehingga, estetika Kota Surabaya bisa dijaga dan pendapatan daerah dari sektor reklame bisa naik,” ujar Arif Fathoni.
Apakah industri reklame itu siap bertransformasi atau masih butuh waktu lagi? Toni menyatakan, rerata mereka bilang siap. Makanya, dalam rapat kali ini, pansus ingin mengetahui sejauh mana kesiapan mereka ketika didorong untuk bertransformasi dari reklame konvensional ke digital atau videotron.
“Ternyata semua industri reklame siap. Hanya saja yang mereka butuhkan adalah pelaksanaan ini dilakukan secara an sich. Artinya ada kepastian hukum pelaku industri reklame itu, ” ungkap dia.
Dia menambahkan, dalam revisi perda ini nantinya juga mengatur adanya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mengelola penyelenggaraan reklame.
“Jadi, bukan membuat BUMD baru yang mengelola penyelenggaraan reklame. Tetapi, ada peran serta BUMD yang ada untuk mengatur dan mengelola penyelenggaraan reklame yang khusus untuk megatron atau videotron,” kata dia.
Arif Fathoni mencontohkan, ada satu titik megatron yang dimiliki oleh pemerintah kota, titik tersebut dikuasai oleh BUMD, sehingga para biro reklame ini menyewa melalui BUMD tersebut. Tentunya hal ini bisa meminimalisasi kebocoran PAD.
Kapan raperda ini disahkan? Toni berharap raperda ini bisa disahkan tidak terlalu lama-lama. Karena biasanya pansus itu kan diperpanjang sampai tiga atau empat kali.
“Mudah-mudahan Pansus Reklame ini perpanjangan dua kali cukup. Harapannya, di awal 2024 raperda ini sudah disahkan dan berlaku di 2025,” tandas dia.
Sementara itu Benny, pengusaha reklame yang juga Ketua Dewan Pembina Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) mengucapkan terima kasih karena industri reklame dan asosiasi dilibatkan dalam pembahasan raperda. Bahkan, dia menyambut baik perkembangan reklame ke depan di Surabaya.
“Semua aturan itu kan ada plus minusnya. Sebagai pengusaha reklame, kita cuma minta satu, yakni soal kepastian. Kepastian itu bisa kita dapat kalau menghilangkan kata-kata kecuali. Kalau dilarang, ya dilarang. Tidak boleh ada kata-kata kecuali. Jadi ini terobosan yang sangat signifikan dalam pembahasan raperda reklame ini, ” ungkap dia.(adv/why)