suararakyatjatim.com – Perilaku pengusaha yang memasang reklame di titik yang sudah ditentukan pemerintah kota (pemkot) Surabaya kadang masih ada yang tak disiplin. Selain banyak reklame bodong (tanpa izin), juga banyak reklame yang batas waktu izin pemasangannya telah habis, namun tetap terpasang di lokasi semula.
Mengatasinya, Pemkot Surabaya mewajibkan setiap penyelenggara reklame membayar uang jaminan biaya bongkar reklame (jabong), apabila lokasi atau tempat reklame milik atau dikuasai Pemkot Surabaya. Jaminan bongkar ini memang diatur dalam Perwali 79/2012 tentang Tata Cara Penyelengaraan Reklame.
Anggota Pansus Penataan Reklame DPRD Kota Imam Syafi’i mengatakan, seharusnya ketika Pemkot Surabaya menemukan penyelenggara reklame melanggar, misalnya bodong atau masa izin pemasangan reklame telah habis, ya bongkar saja dengan uang jaminan tersebut.
Tapi karena pemkot Surabaya tak segera membongkar, akhirnya biro reklame berinisiatif membongkar sendiri dengan memakai uangnya.
Menurut Imam, uang jaminan jabong itu seharusnya dikembalikan manakala biro reklame membongkar reklamenya sendiri.
“Tapi praktiknya, ketika biro reklame meminta uang jaminan jabong, ternyata tidak bisa dikembalikan. Bahkan dianggap hangus. Alasannya karena sudah melewati batas waktu. Ini kan tidak benar,” ujar Imam, Sabtu (25/3/2023),
Politisi Partai NasDem ini menegaskan, uang jaminan jabong ini seharusnya digunakan lebih dahulu untuk eksekusi penertiban atau pembongkaran reklame. Setelah itu selisihnya dimasukkan sebagai pendapatan asli daerah (PAD).
“Ya, kalau menurut saya ini perlu dilihat, apakah uang jaminan jabong dari reklame yang melanggar-melanggar karena habis masa berlakunya tapi masih berdiri itu, memang masih tersimpan utuh di Pemkot Surabaya atau tidak? “tandas mantan jurnalis ini.
Imam Syafi’i yang dikenal kritis ini mengingatkan Pemkot Surabaya agar tidak main-main soal uang jaminan jabong ini. Tatkala tatkala pemilik reklame itu membongkar sendiri, ya sebaiknya uang jaminan jabong reklame dikembalikan.
“Justru pemkot jangan memakai uang (jaminan jabong) tersebut. Karena jika dilakukan bisa masuk tindak pidana korupsi (tipikor), misalnya ada penggelapan. Lantaran uang itu milik biro reklame yang dititipkan, tapi kok dipakai,” ungkap dia.
Sementara sejumlah penyelenggara reklame juga ikut buka suara. terkait uang jaminan jabong reklame.
Rinto dari perwakilan Persatuan Perusahaan Periklanan (P3I) Jatim mengatakan, sebenarnya soal pembongkaran reklame itu sudah ada mekanismenya,tapi kadang waktunya itu tidak klop.
“Kalau bisa diberi retensi atau jumlah termin waktu lebih,” ungkap dia.
Sementara bos PT Warna-Warni, Junaedi Gunawan mengatakan, jika uang jaminan jabong itu adalah uang dari biro reklame yang dititipkan ke Pemkot Surabaya untuk biaya penertiban reklame.
Karena itu, jika dalam penggunaan uang jaminan biaya jabong salah, bisa masuk kategori korupsi.
“Ketertiban dalam penertiban, ini yang jadi kunci, ” tegas Junaedi.(why)