suararakyatjatim.com – Ketua DPD Golkar Surabaya, Arif Fathoni menyikapi beredarnya tulisan Denny Indrayana tentang 10 skenario Presiden Joko Widodo memenangkan Pemilu Presiden 2024.
Salah satunya mencadangkan Capres Prabowo Subianto dengan Cawapres Airlangga Hartarto guna memuluskan kemenangan Capres Ganjar Pranowo.
Menurut Arif Fathoni, di era demokrasi seperti saat ini semua warga negara memiliki kebebasan untuk mengeluarkan pendapatnya baik secara lisan maupun tulisan, namun mengenai akurasi pemikirannya tergantung akal sehat masing-masing warga Negara
“Saya sudah baca tulisan tersebut, di beberapa hal saya nilai subjektivitasnya terlalu dominan dibandingkan objektivitasnya,” ujar Arif Fathoni, Selasa (25/4/2023).
Toni sapaan lekatnya menambahkan di Indonesia posisi Presiden itu sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, wajar jika kemudian Presiden berkomunikasi aktif dengan seluruh ketua umum Partai politik di masa-masa tahun politik. Hal itu agar kesinambungan jalannya pemerintahan tetap terlaksana.
Hal ini, lanjut dia, merupakan bagian dari tradisi politik kebangsaan yang harus dimiliki oleh semua elit politik. Sehingga kalau terjadi kesinambungan pembangunan, maka yang diuntungkan adalah rakyat Indonesia bukan pribadi Jokowi.
Masih menurut mantan aktivis mahasiswa ini, munculnya wacana duet Ketua umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua umum Partai Golkar Airlangga Hartarto adalah hasil komunikasi politik yang natural dilakukan oleh partai politik akhir-akhir ini untuk memenangkan hati rakyat Indonesia dalam pemilu 2024 mendatang. Bukan desain besar dari Istana untuk menjadi jembatan kemenangan calon presiden lain.
“Bahwa Golkar dan Gerindra sebagai bagian dari koalisi pemerintahan mengkomunikasikan hal ini kepada Presiden tentu ini menjadi tradisi tata krama politik (fatsun) yang dipegang oleh Ketua Umum Partai Golkar Pak Airlangga Hartarto. Keliru kalau diasumsikan seperti tulisan Prof. Denny,” kata anggota Komisi A DPRD Surabaya ini.
Menurutnya, dalam demokrasi langsung yang diadopsi Indonesia sejak pemilu 1999, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih, tuan dari demokrasi langsung seperti saat ini adalah rakyat yang menggunakan hak pilihnya di bilik-bilik tempat pemungutan suara (TPS).
“Agak susah membayangkan kalau ada desain kekuasaan untuk mengarahkan siapa yang akan menjadi pemenang karena desain pemilu ono man one vote, siapa calon Presiden dan calon wakil presiden yang menyenangkan hati rakyat itulah yang akan memenangkan hati rakyat dalam pemilu 2024,” kata mantan advokat ini.
Hal ini, kata Toni, tentu menjadi tugas kader Partai Golkar untuk semakin mengenalkan secara intens segala rekam jejak Airlangga Hartarto dalam menjaga ekonomi Indonesia selama ini, sehingga rakyat bisa memilih beliau dalam Pilpres mendatang.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Surabaya ini menjelaskan, dalam menghadapi pemilu 2024, pihaknya berharap semua elemen bangsa, menghadirkan keteduhan dalam setiap narasi dan diskursus yang dikembangkan, sehingga rakyat bisa menyongsong pemilu 2024 dengan hati riang dan gembira sesuai dengan tujuan dari pesta demokrasi itu sendiri.
“Kalau setiap akademisi yang juga menjadi praktisi dan politisi memberikan narasi-narasi yang kurang mencerahkan, kasihan rakyat nanti justru menjadi apolitik, sehingga mengalami fase post truth democracy, mari sambut pemilu sebagai jembatan perlombaan kebaikan, bukan malah sebaliknya,” pungkasnya.(why)