Oktober 25, 2024

Hindari Rawan Konflik Pemanfaatan Lahan Kosong Milik Pemkot, DPRD Surabaya Usulkan Pembentukan Perda

suararakyatjatim.com – DPRD Kota Surabaya menggelar rapat paripurna di Ruang Rapat Utama Lantai 3 Gedung DPRD Kota Surabaya, Rabu (9/8/2023), terkait penyampaian penjelasan pengusul atas usul prakarsa: Raperda Kota Surabaya tentang Pemanfaatan Lahan Kosong Milik Pemkot Surabaya untuk Kepentingan Masyarakat.

Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, AH Thony menjelaskan usulan perda ini kan berawal dari banyaknya fenomena lahan-lahan milik Pemkot Surabaya yang kosong dan telantar.

Kemudian lahan yang kosong itu ada yang dimanfaatkan oleh pihak lain dengan cara menyewa, juga ada yang tidak menyewa.

Karena itu, DPRD kota Surabaya ingin ada kepastian agar aset-aset itu bisa dimanfaatkan dengan cara yang benar. Bahkan, bisa dimaksimalkan fungsinya untuk kemajuan dan menyelesaikan banyak persoalan di Kota Surabaya.

“Akhirnya itu kan perlu payung hukum dan DPRD memandang perlu ada sebuah regulasi yang jelas,”ujar AH Thony.

Karena itu, lanjut dia, ada sebuah gagasan pemikiran pembentukan peraturan daerah (perda) inisiatif untuk diajukan menjadi perda. Tujuannya agar polemik di masyarakat tentang penggunaan lahan-lahan kosong milik Pemkot Surabaya biar lebih ada kejelasan.

Lantas, apa yang jadi poin utama atau kunci dalam perda tersebut?Politisi Partai Gerinda ini menyebutkan, seperti disampaikan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) ada beberapa klausula pemikiran. Pertama, adanya kepastian hukum.

Ada beberapa kasus lahan kosong milik Pemkot Surabaya dimanfaatkan masyarakat untuk bercocok tanam. Ketika sedang dalam proses atau ditanami, kemudian tanaman itu berbuah. Tiba-tiba ada teguran dari pemkot agar pengelola lahan tersebut pindah, padahal tanaman itu lagi dalam proses.

“Atau ada lahan kosong yang kemudian Pemkot merencanakan untuk tujuan tertentu. Tiba tiba dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga terjadi benturan di lapangan antara kepentingan pemkot dengan kepentingan masyarakat,”beber dia.

AH Tony menyatakan, jika ada orang ingin menyewa lahan milik pemkot memang harus ada kepastian hukum, lalu bagaimana prosedur sewanya supaya tidak bersinggungan dengan persoalan- persoalan hukum.

“Artinya, ini kan harus ada regulasinya. Jadi, semua ini sebetulnya dalam rangka memberikan sebuah kepastian kepada semua terhadap pengelolaan lahan-lahan kosong di Surabaya, khususnya milik pemkot,” ungkap AH Thony.

Lebih jauh, dia menjelaskan, pasca pandemi Covid-19 kan ada semangat untuk meminimalisasi jumlah pengangguran guna mengentas kemiskinan.

“Kita kan mendorong ada Program Padat Karya dan Ketahanan Pangan. Program Ketahanan Pangan ini ada yang langsung dilaksanakan pemkot dan masyarakat. Bahkan, ada juga yang dikelola lembaga-lembaga masyarakat.

Guna memisahkan supaya itu pengelolaan oleh Pemkot yang didelegasikan aparat di bawahnya, umpama Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), ini agar tidak kemudian menjadi ranah penguasaan personal.

“Khawatirnya, ada lahan pemkot yang diberikan kepada pengurus LPMK untuk mengelolanya, kemudian pengurus LPMK itu masa jabatannya sudah selesai. Lalu secara personal, pengurus LPMK itu meneruskan mengelola lahan itu karena dominasi dari kekuatan kepemimpinannya. Maka ke depannya, lahan itu tidak lagi dikelola oleh mantan pengurus LPMK tersebut.

“Kalau semua ini kemudian tak ada regulasinya akan jadi bom waktu di masyarakat. Kita ingin ke depan hal-hal seperti itu tak terjadi lagi. Karena sensitivitas soal lahan itu cukup tinggi dan sangat mungkin memicu timbulnya polemik antar masyarakat, ” tegas dia.

Kapan finalisasi perda ini, AH Thony menjelaskan, belum bisa memastikan. Lantaran ada banyak tahapan yang harus dilalui. Tapi intinya, anggota DPRD Kota Surabaya setuju dan semua sudah satu persepsi.

Dia mengatakan, setelah ini akan dilakukan kajian-kajian bersama Pemkot Surabaya, apakah naskah akademik atau legal draftingnya mengenai format dari raperdanya

“Kami juga akan memanggil pihak-pihak terkait, seperti masyarakat, pakar hukum dan lain-lain, agar nantinya keberadaan perda ini objektivitasnya lebih bagus dan independensinya jelas, serta kemudian tidak berbenturan dengan regulasi- regulasi di tingkat atasnya, “pungkas AH Thony.(why)