Oktober 25, 2024

Kajian Investasi Proyek Strategis Nasional SWL Capai Rp 72 Triliun Gandeng Aktivis Lingkungan

suararakyatjatim.com – Pembangunan proyek Surabaya Waterfront Land (SWL) dipastikan akan mengeksploitasi laut secara besar-besaran. Proyek ini diperkirakan mereklamasi seluas 1.084 hektare, dengan luas tanah pesisir pantai yang membentang dari Surabaya utara (Kenjeran) hingga selatan (Rungkut).

Rancangan pembangunan tersebut terdiri dari 4 blok. Dengan nilai biaya sebesar Rp72 triliun. Proyek ini akan mengubah wajah Kota Pahlawan menjadi waterfront ala Singapura.

Hal tersebut diungkapkan dalam sosialisasi PSN SWL yang menghadirkan beberapa aktivis lingkungan seperti Walhi, Khatulistiwa, dan perwakilan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) kota Surabaya.

Juru Bicara PT Granting Jaya Agung Pramono selaku pengembang mengungkapkan, 4 blok yang akan ia susun memiliki peruntukan yang beragam.

“Proyek ini akan dimulai setelah izin reklamasi keluar, yang diharapkan selesai dalam waktu dekat. Kami akan segera melakukan sosialisasi kepada para nelayan dan pihak terkait lainnya,” ujar Agung, ditemui di Kenpark Surabaya, Kamis (25/7/2024).

Agung Optimistis, SWL bisa menjadi wajah baru dalam menopang pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Lebih lagi, bisa menjadi pusat ekomomi ataupun transit jalur dagang.

“SWL akan menjadi salah satu kunci dalam memaksimalkan potensi Surabaya sebagai pusat ekonomi dan logistik di kawasan timur Indonesia,” tandas Agung.

Sementara itu paparan dari tim ahli banjir dari ITS, Satrio Damar Nugraha kepada wartawan menjelaskan reklamasi yang dilakukan 300 meter dari daratan akan ada kanal yang menghubungkan daratan dan letak proyek berada.

”Adanya kanal yang memisahkan daratan tidak akan mendatangkan banjir asalkan saluran di bagian hilir tidak terganggu yang menghambat saluran bagian hulu,” jelasnya.

Selain itu hasil penelitiannya menyebutkan bahwa adanya sedimentasi di hilir tidak banyak berpengaruh mendatangkan banjir di daratan karena debit pasang surut air laut di wilayah itu cukup rendah.

”Dari hasil kajian banjir kemarin, kita sangat bergantung pada hilir. Dan catatannya di hilir tidak boleh ada perubahan dan modelnya tergantung pada kelautannya karena hilirnya berada di kelautan,” paparnya.(why)