suararakyatjatim.com – Perhelatan Pilkada serentak di Jawa Timur menjadi perhatian perwakilan anak dan anak muda untuk menjadi bagian dalam proses perkembangan demokrasi serta pembangunan di Jawa Timur. Mereka pun berharap suara anak yang telah dihimpun dalam beberapa bulan terakhir menjadi prioritas yang bisa dikerjakan para Calon Gubernur maupun Calon Wakil Gubernur Jatim ke depan.
Perwakilan kelompok Anak, Remaja dan Anak Muda se-Jawa Timur, Aulia Izza, Alief Maghfiranu Putra Riyadi, dan Garnis Rizky Amelia menuturkan, berbagai perwakilan anak-anak di Jatim dalam beberapa bulan terakhir berkumpul untuk menyerap suara serta usulan anak yang merespon kondisi Jawa Timur saat ini khususnya di bidang perlindungan anak.
Berbagai pertemuan itu diikuti anak-anak dari 38 kabupaten/kota yang tergabung dalam kelompok anak dari berbagai komunitas dan dampingan seperti dari Wahana Visi Indonesia, UNICEF, LPA Jatim, Tunas Hijau, Plato Foundation, CCCM, Komnas PA Surabaya, ISCO, Yayasan Embun, SCCC, Savy Amira, Kampoeng Dolanan, AMERTA KASIH – FKM Unair, serta berbagai pemerhati anak lainnya.
“Sehingga terhimpun keresahan serta harapan yang diinginkan oleh anak-anak pada para Calon Kepala Daerah se-Jawa Timur untuk diperjuangkan demi anak-anak,” kata Izza, Sabtu (23/11/2024).
Ia melanjutkan, pihaknya mewakili anak-anak Jawa Timur ingin menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Ayah dan Bunda calon kepala daerah di Jawa Timur atas visi dan misi hebat yang sudah Ayah dan Bunda rencanakan untuk masa depan Jawa Timur.
Dalam berbagai diskusi anak-anak, katanya, pengentasan kemiskinan sangat penting. Dengan keluarga yang sejahtera, pihaknya bisa tumbuh lebih baik dan merasa aman terhadap kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak-anak. Namun, berbagai organisasi anak dan pemuda di Jawa Timur ingin menyampaikan bahwa keluarga yang sejahtera tidak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga sejahtera secara sosial.
“Harapan kami, calon Kepala Daerah juga memberikan perhatian bagi kesejahteraan anak-anak dan remaja serta anak muda dengan memastikan setiap anak dapat tumbuh dan berkembang. Terlindungi dari berbagai perlakuan salah, kekerasan dan eksploitasi di lingkungan keluarga serta khususnya bagi anak-anak yang tinggal dan diasuh oleh pengasuh pengganti termasuk anak-anak di lingkungan Panti Asuhan dan Pondok Pesantren,” jelasnya.
Alief menambahkan, anak dan pemuda di Jawa timur bersyukur karena Ayah dan Bunda memikirkan kesehatan anak-anak. Pihaknya juga menekankan, Ayah dan Bunda juga memperhatikan kesehatan mental anak-anak dan juga orang tua.
“Kesehatan mental menjadi salah satu kebutuhan dasar yang mendesak saat ini karena banyaknya anak muda yang mengalami kecemasan, depresi, dan keinginan untuk mengakhiri hidup. Termasuk perlindungan khusus terhadap teman-teman kami dengan mengidap HIV. Dengan layanan kesehatan yang merata dan mudah diakses kami bisa bermain, belajar, dan tumbuh dengan tubuh yang sehat secara fisik dan mental,” ucapnya.
Selain itu, Alief juga ingin memastikan semua anak mendapatkan pendidikan berkualitas dan siap menghadapi tantangan global dengan pendidikan abad 21. Anak-anak Jatim ingin sekali belajar tanpa khawatir tidak bisa melanjutkan sekolah dan bebas dari rasa takut terhadap kekerasan dan bullying di lingkungan sekolah termasuk dalam lingkungan berasrama ataupun pesantren.
“Kami berharap pendidikan untuk semua anak terselenggara tanpa diskriminasi termasuk bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus (anak disabilitas, anak berhadapan dengan hukum, korban NAPZA, kekerasan seksual, perkawinan anak, pekerja anak),” tegasnya.
Selanjutnya, Garnis menambahkan, anak-anak Jatim juga ingin menyampaikan harapan kecil. Ada beberapa hal tentang anak-anak yang mungkin bisa lebih diperhatikan lagi, seperti kasus Perkawinan Usia Anak yang disebabkan akibat pergaulan bebas, tekanan budaya perjodohan, hingga nikah siri karena dispensasi kawin tidak dikabulkan pengadilan.
Pihaknya merasakan dampaknya kemiskinan struktural yang terus menghimpit, meningkatnya kasus KDRT, perceraian yang melukai, hingga kematian ibu muda dan bayi yang merenggut masa depan.
Selain itu, Garnis menyuarakan maraknya persebaran informasi dan materi-materi online yang mengandung kekerasan, pornografi, dan hoax sehingga diperlukan perlindungan anak di ranah online.
“Harapannya, pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat memastikan ketersediaan layanan dan perlindungan bagi anak, anak korban kekerasan, eksploitasi seksual di ranah online serta memastikan terselenggaranya program perlindungan anak melalui pendidikan kesejahteraan keluarga berbasis pengetahuan digital,” jelasnya.
Poin Rekomendasi Perkawinan Anak:
Ayah dan Bunda, kami anak-anak Jawa Timur melihat dan diantara kami mengalami kasus perkawinan usia anak yang mengancam masa depan kami. Di kampung saya, ada seorang teman mengaji ketika kami masih kecil. Saat itu, usia saya sekitar 12 tahun, dan dia mungkin 12 atau 13 tahun. Namun, di usia yang begitu muda, ia dijodohkan oleh ibunya dengan seorang pria yang jauh lebih dewasa darinya. Keputusan itu diambil karena kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan. Sang ibu, dengan segala keterbatasannya, melihat pernikahan anaknya sebagai jalan keluar untuk kehidupan yang lebih baik dan lebih terjamin secara finansial.
Kini, teman saya sudah menjadi seorang ibu dengan dua anak di usianya yang masih sangat muda. Ia adalah satu dari 12.334 anak di Jawa Timur yang menjalani perkawinan dini melalui dispensasi kawin pada tahun 2023. Di balik angka ini, ada kisah nyata yang menyentuh hati. Sebuah kisah yang menggambarkan dilema, tekanan ekonomi, dan mimpi yang terpaksa ditunda. Cerita ini adalah potret nyata dari kompleksitas persoalan yang membutuhkan perhatian kita semua. Apakah kita akan terus diam, atau mulai bertindak untuk melindungi hak dan masa depan anak-anak kita?
Pun survei Suara Fajar dari U-Report Indonesia pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 3.021 anak pernah melihat, mengetahui, atau bahkan mengalami perkawinan usia anak. Di balik angka-angka ini, ada cerita pahit: pernikahan dini karena kehamilan akibat pergaulan bebas, tekanan budaya perjodohan, hingga nikah siri karena dispensasi tidak dikabulkan. Kami merasakan dampaknya kemiskinan struktural yang terus menghimpit, meningkatnya kasus KDRT, perceraian yang melukai, hingga kematian ibu muda dan bayi yang merenggut masa depan.
Mental kami terguncang, hak kami direnggut. Kami melihat bahwa salah satu akar permasalahan adalah kurangnya pendidikan seks sejak dini. Saat ini, di Jawa Timur, membahas perilaku seksual, alat kontrasepsi, dan kesehatan reproduksi masih dianggap tabu, sehingga anak-anak tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk melindungi diri dari risiko seks usia anak dan kehamilan dini. Kami juga membutuhkan perhatian terhadap pernikahan siri, yang sering kali tidak tercatat secara resmi dan meninggalkan anak-anak dalam ketidakpastian status hukum.
Karena itu, kami merekomendasikan agar Bunda dan Ayah memiliki visi dan misi untuk menangani kekosongan hukum terkait pernikahan siri, memastikan pencatatan dan keabsahan status anak, serta melindungi kami dari dampak yang merusak. Selain itu, penting untuk mendorong pendidikan seks sejak dini agar kami dapat memahami tubuh kami, membuat keputusan yang bertanggung jawab, dan menjaga masa depan kami. Kami percaya, dengan langkah-langkah ini, mimpi dan masa depan kami dapat terlindungi. Ayah dan Bunda, kami harap kami dapat meraih harapan tersebut.(why)