Surabaya (suararakyatjatim) – Potensi penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) rawan dilakukan oleh bakal calon kepala daerah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang didukung oleh petahana. Mahalnya biaya kampanye dan mahar politik jadi penyebabnya.
Namun APBD kalau dikelola dengan baik akan menyejahterakan masyarakat. Sebaliknya dana APBD seperti dana hibah dan bansos pun dapat disalahgunakan oleh calon yang didukung oleh petahana
yang ingin mengikuti pilkada.
Hal ini disampaikan oleh Lembaga Tranformasi (letram), dosen Fisipol Universitas Darul Ulum (Undar) Moch Mubarok Muharam.
Mubarok menyebut anggaran publik seperti APBD masih sangat rawan dipolitisasi menjelang Pilkada Surabaya guna kepentingan politik calon kepala daerah atau peserta pemilu dari Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Persoalan ini tak lepas karena belum adanya regulasi jelas yang mengatur soal sumber dana kampanye. Saya kira potensi rawan penyalagunaan dana APBD tetap ada, karena kepala daerah itu tidak memposisikan netral. Apalagi kepala daerah mendukung salah satu paslon ASN, sehingga potensi itu jelas masih ada,” kata Moch Mubarok kepada suararakyatjatim.com, Kamis (10/9/2020).
Dalam kesempatan itu, Mubarok menjelaskan, praktik yang paling sering dilakukan biasanya adalah segala macam bentuk bantuan sosial kepada masyarakat bukan persoalan baru, namun bisa diantisipasi dan diminimalisir.
“Mangkanya harus ada upaya yang kuat dari semua unsur dan penyelenggara pemilu untuk mengawasinya. Saya pikir Surabaya itu lebih muda diawasi daripada kab/kota lainnya. Karena will education warga Surabaya lebih tinggi dan peran media massa serta media sosial sangat luar biasa di Surabaya, sehingga bisa membatu mengawasinya,” terangnya.
Hal senada disampaikan Mubarok. Ketua DPD Partai Golkar Surabaya Arif Fathoni juga memaknai Pilkada 2020 ada 3 (tiga) potensi.
“Berharap mudah-mudahan tidak terjadi. Tapi menjadi kewajiban kita bersama untuk mengingatkan satu sama lain. Kita meminta komitmen penuh dari walikota Surabaya agar tiga potensi itu tidak terjadi,” kata Arif Fathoni.
Tiga potensi itu, Arif Fathoni menyebutkan, Potensi ketidaknetralan ASN, potensi peyalagunaan APBD untuk paslon tertentu dan abuse of power (penyalagunaan kekuasaan) baik oleh Wali Kota Surabaya hingga perangkat paling rendah.
“Kalau Bu Risma bersikap negarawan, insya allah tiga potensi ini tidak mungkin terjadi.Tapi kalau Bu Risma sikapnya layaknya politisi, maka tiga potensi itu mungkin saja terjadi,” ungkap Fathoni.
Dalam hal ini, Arif Fathoni yang juga Anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya telah memanggil Kabag Pemerintahan Surabaya bertujuan meminta komitmen netralitas ASN.
Lebih jauh, Fathoni menyampaikan, potensi penyalagunaan APBD Surabaya disuarakan Partai Golkar sejak pengesahan APBD 2020.
“Jauh-jauh hari sebelum Pilkada berlangsung, kita minta komitmen kepada Bu Risma agar uang bersumber dari pajak dan retribusi warga. Kami tidak ikhlas kalau dipakai jembatan kepentingan kontestasi,” ujarnya.
Menurutnya, potensi penyalagunaan wewenang (abuse of power) sudah jadi rahasia umum. Karena dalam setiap helatan kegiatan Pilkada yang melibatkan petahana, sehingga potensi arus mobilisasi birokrasi itu terbuka lebar.
“Mangkanya, kita minta komitmen walikota agar bersikap layaknya seorang negarawan menuju khusnul khotimah,” pungkasnya.(why)