Surabaya, suararakyatjatim.com – Kelangkaan minyak goreng beberapa waktu lalu yang berakibat melambungnya harga minyak dan makanan, disoroti oleh Akhmad Suyanto, Anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Suyanto menyayangkan, langkah pemerintah yang hanya menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saja, tanpa menyelesaikan akar persoalannya.
“Kelangkaan minyak ini akan menjadi tanda tanya rakyat. Negara kita kan produsen dan eksportir CPO (crude palm oil) terbesar di dunia. Kalau sampai langka, tidak masuk akal, ibarat tikus mati di lumbung padi. Pasti ada yang salah dengan tata niaganya. Ini yang harus ditelusuri,” ujarnya.
Lanjutnya, selama ini dalam pengendalian harga, pemerintah kota (pemkot) hanya mengandalkan operasi pasar. Padahal persoalannya bukan hanya itu.
“Seperti minyak goreng ini. Perlu ditelusuri langkanya dimana. Stok harus ditelusuri. Apakah langkanya di sisi distributor, di agen, atau di retail/pengecer. Kalau penelusuran itu belum selesai lalu negara mematok HET, bagaimana nasib toko kelontong, warung-warung di kampung-kampung. Mereka kulaknya saja sudah di atas 15 ribu, bahkan 23 ribu lebih. Ini tentu merugikan pedagang kecil, para UKM kita, yang sebagiannya justru tergabung dalam E-Peken yang dibuat pemkot,” kata dia.
Suyanto berharap pemerintah kota bisa memperbaiki tata niaga sembako, agar perekonomian berjalan lancar dan tidak ada pihak yang dirugikan. “Kalau ingin menegakkan tata niaga yang baik, pemkot harus mampu membimbing pedagang yang tergabung di E-Peken maupun yang belum. Dibimbing bagaimana agar tidak rugi. Kalau aturannya bisa refund, mengembalikan kelebihan bayar saat harga kulak terlalu tinggi, misalnya. Bagaimana itu caranya. Diberitahu. Atau diajari cara melakukan antisipasi kerugian. Kalau itu terjadi, rakyat kecil atau UKM terlindungi dengan adanya proses administrasi yang baik dalam proses jual beli,” paparnya.
Ditanya lebih jauh, Yanto kemudian memberikan contoh. “Misalnya tentang proses kulak. Mestinya kan ada faktur penjualan dari agen. Di situ akan muncul angka. Maka pengecer kulak ke agen sekian ribu. Ini mendidik. Dengan adanya faktur disamping ada kejelasan administrasi, dia juga akan kena pajak. PKP. Dan begitu seterusnya berjenjang. Saat agen ke distributor. Lalu terus ke pabrik. Dengan ada faktur itu akan menjadi catatan jika ada kebijakan pemerintah seperti penerapan HET ini. Atau kebijakan lainnya. Sehingga tidak ada yang dirugikan. Dan tata niaga terperbaiki,” terangnya.
Bapak enam anak ini lalu meneruskan, jika setiap jenjang distribusi ada tata niaga yang baik seperti di atas, maka negara pun akan diuntungkan. Sebab ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tergali. Masyarakat dan pedagang juga diuntungkan karena harga stabil dan tidak spekulatif. “Maka di sini pemkot bisa mengusulkan kepada pemerintah agar ada pengaturan yang baik di setiap jenjang transaksi distribusi. Sampai ke pabrik sebagai produsen. Sebab HET berawal dari HPP (harga pokok produksi) yang ditentukan oleh pabrik. Misalnya negara mensubsidi pabrik maka seluruhnya akan mendapatkan keuntungan,” kata Yanto.
Sekali lagi Yanto menekankan pentingnya penegakan tata niaga. Kerumitan refund akan terjadi jika tidak ada faktur. Makai ia menyerukan kepada Dinas Koperasi dan Perdagangan agar tidak hanya menyampaikan soal refund tapi juga disampaikan tata caranya. “Jika pedagang tidak dibantu dengan benar, akan terjadi policy loss, kebijakan yang tidak applicable di bawah. Entah karena malas, entah karena pedagang urusannya banyak. Sebab urusannya pedagang kecil itu kan harian. Sekarang untung berapa, besok makan apa. Jangan sampai itu terjadi,” ujarnya.
Terakhir, Yanto meminta pemkot tidak mengambil kebijakan yang sporadis, seperti langsung menerapkan HET tanpa melihat kenyataan di bawah, sehingga para pedagang yang kulak dengan harga 26 ribu, misalnya, bisa rugi 12 ribu.
“Saya berharap pemerintah kota melalui Dinas Kominfo bisa memberikan edukasi tata niaga yang benar tentang sembilan bahan pokok (sembako) kepada masyarakat dan pedagang. Agar semua diuntungkan. Kita PKS membela kepentingan rakyat. Rakyat retail dibela, agen juga dibela, distributor juga dibela. Sehingga rantai hulu sampai hilir ada hadirnya negara dalam regulasi stabilitas harga bahan pokok, yang bermuara pada kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.(Adv/why)