November 25, 2024

Fiskal Surabaya Capai Rp 15,7 Triliun, DPRD: Yankes, Pendidikan dan Hunian Layak Naik Kelas

Surabaya (suararakyatjatim) – Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Laila Mufidah menegaskan Surabaya harus naik kelas terutama terkait pelayanan kesehatan (yankes) masyarakat, pendidikan, dan ketersediaan hunian yang layak dan memadai. Sebab, kekuatan fiskal berupa PAD dan APBD Kota Surabaya sangat mendukung.

“Surabaya adalah kota yang memiliki potensi sangat besar, pusat perdagangan, dekat dengan pelabuhan, dekat bandara, infrastruktur yang lengkap, dan ibu kota Jawa Timur, maka sudah waktunya Surabaya naik kelas,” ujarnya, Rabu (16/9).

Politisi PKB ini menuturkan, Surabaya menjadi perlintasan perekonomian dan perdagangan. Surabaya tidak hanya untuk Surabaya, tetapi untuk Jawa Timur, menjadi barometer Jawa Timur, bahkan nasional.

Kemampuan fiskal Surabaya sangat tinggi, dan tertinggi baik dari segi PAD atau APBD. PAD Kota Surabaya mencapai Rp 5,4 triliun, sedangkan APBD nya sebesar Rp 10,3 triliun. “Dengan kemampuan ini Surabaya sudah saatnya naik kelas,” tegas dia.

Menurutnya, Surabaya perlu menunjukkan sebagai kota yang benar-benar menduduki nomor dua di Indonesia. Jangan sampai ada ungkapan kota nomer satu Jakarta, nomer dua Jakarta, dan nomer tiga juga Jakarta. “Surabaya harus benar-benar mewujudkan sebagai kota nomer dua di Indonesia,” jelasnya.

Menurut dia IPKM Surabaya masih urutan ke 19 di Jatim dan 108 di tingkat nasional. Sehingga membutuhkan tingkat kepedulian walikota secara khusus Karena IPM yang dicapai sudah tinggi tidak selalu berbanding lurus dengan IPKM, sementara IPKM adalah kebutuhan dasar masyarakat.

“Padahal Surabaya semua wilayah terjangkau oleh infrastruktur. Dari 63 Puskesmas hanya 21 yang memiliki sarana untuk rawat inap. Kami di dewan sudah sering mengkritisi, tapi tidak ada perubahan,” ungkapnya.

Laila mengungkapkan, anggaran Dinas Kesehatan Kota Surabaya lebih kecil ketimbang Dinas Kebersihan Kota. Kondisi ini menjadi kontraproduktif dari sisi pelayanan kebutuhan hajat dasar masyarakat. Karena kesehatan menjadi amanat undang-undang No 36/2009 tentang pelayanan kesehatan masyarakat harus dipenuhi.

“Ini menjadi tolak ukur kepedulian pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya. Standar pelayanan harus lebih baik, terutama di kesehatan dan pendidikan,” jelasnya.

Menurutnya, tidak boleh ada dikotomi antara pendidikan negeri dan swasta. Ketersediaan sekolah negeri di Surabaya jenjang SMP hanya sejumlah 63 negeri, sedangkan SMP swasta jumlahnya lebih dari 200 sekolah.

“Yang dibutuhkan mayarakat bukan hanya sekolah negeri, tapi akses jangkauan kepada pendidikan. Bagaimana pemerintah bisa hadir untuk menaikkan kualitas sekolah swasta. Sehingga rakyat bisa memiliki kesempatan yang sama terhadap akses pendidikan yang bisa mencerdaskan masyarakat Surabaya,” katanya.

Laila mengaku banyak pengaduan masyarakat tentang pendidikan yang masuk ke mejanya. Wali Kota Surabaya saat ini diakui banyak orang memberikan kemajuan di bidang keindahan. Namun, Surabaya dituntut naik kelas bukan hanya dari keindahan kotanya, tetapi juga kebutuhan dasar warga.

Di bidang hunian dan tempat tinggal, Laila mengungkapkan masih banyak kampung yang ada di jantung kota belum memilki jamban dan fasum pun masih sangat minim. Di masa pandemi covid-19 kondisinya semakin memprihatinkan. Karena lokasi yang kumuh jauh dari standar kesehatan.

“Rusun yang sudah dibangun baik, tapi harus ditingkatkan kelasnya, karena kapasitasnya hanya 200-300 KK. Padahal yang antri untuk nempati rusun lebih dari 8 ribu KK. Artinya ada desain rusun yang harus diperbaiki,” ucapnya.

Laila mengaku akan terus melakukan evaluasi dan memberikan masukan. Sebab, kemampuan fiskal Surabaya sangat besar. Kepala daerah di dalam mensejahterakan rakyatnya harus menggunakan APBD dengan benar dan tepat sasaran dalam alokasi distribusi dan stabilisasi.

“APBD harus digunakan dengan skala prioritas yang tepat sasaran sesuai kebutuhan, dan memiliki dampak pada peningkatan kesejahteraan serta mampu mengurangi ketimpangan sosial. Pembangunan tidak boleh lagi hanya menyentuh casing di permukaan saja tapi pondasi kebutuhan dasarnya lemah,” ujaranya.

Laila menyinggung semangat gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Semangat ini bukan sebatas untuk kepentingan kontestasi politik, tapi sudah menjadi ruh Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.

“Dalam demokrasi pancasila gotong royong adalah bajunya, maka harus dimaknai sebuah semangat bersama menaikkan kelasnya Surabaya. Ibaratnya, tidak hanya sekedar naik eskalator, tapi harus naik lift,” pungkasnya.(why)