Surabaya, suararakyatjatim.com – Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) akan kembali melakukan aksi jilid dua selama tiga hari berturut-turut, pada 9-11 Maret 2022.
Aksi ini merupakan lanjutan dari demonstrasi sebelumnya yang dilakukan pada 22 Februari lalu, terkait Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) terkait Overdimensi dan Overload (ODOL).
Aksi akan digelar dengan dua tahapan, yakni mogok kerja (Moker) untuk pembagian brosur pemberitahuan aksi pada tanggal 9 dan 10 Maret di 11 titik yang berlokasi di Jawa Timur. Sementara di hari terakhir pada 11 Maret, akan dilakukan mogok nasional.
Berdasarkan surat edaran dari Gerakan Sopir Jawa Timur yang beredar di media sosial, aksi mogok kerja 9-10 Maret akan berfokus di 11 titik, yakni Kalianak, Gresik Jalan Ambeng-ambeng, Buduran Sidoarjo, Arteri Porong, Exit Tol Porong, Ringroad Mojoagung, Bypass Nganjuk, Jalur Pantura, Terminal Kapuran, Kalibaru Banyuwangi, Sukowidi Banyunwangi, Karanglo Malang, Terminal Magetan, Pantura Tuban, Pantura Lamongan, Caruban Madiun.
Sementara titik kumpul Mogok Nasional pada 11 Maret, akan berfokus di Bundaran Waru Sidoarjo dengan salah satu sasaran aksi berada di Kantor Gubernur Jawa Timur.
Kompol Edi Hartono Kasat Intelkam Polrestabes Surabaya pada Radio Suara Surabaya, Selasa (8/3/2022) siang membenarkan rencana agenda aksi tersebut. Pihaknya telah berkoordinasi dengan Kepolisian dan TNI di daerah lain, untuk langkah antisipasi.
“Kalau mogok kerja karena punya pangkalan truk untuk parkir, mereka tidak akan beraktifitas dan hanya dipinggir jalan saja menyebarkan selebaran ajakan, khususnya pada armada angkutan truk,” ujarnya.
Agenda mogok nasional pada 11 Maret, rencananya akan diikuti 3.000 orang demonstran dan dipastikan akan berkumpul di Surabaya sebagai salah satu titik di Jawa Timur. Kepolisian telah berkoordinasi dengan Koordinator Lapangan GSJT agar tidak membawa armada, karena dikhawatirkan cukup mengganggu pengguna jalan lain.
“Kalau dari surat pemberitahuan yang ditujukan ke Polda Jatim, mereka mengklaim akan mendatangkan 3.000 armada. Keputusan untuk melarang para sopir membawa armada itu sifatnya dinamis, karena kami juga tidak bisa mengakomodir kepentingannya,” terang Edi.
Sementara itu, pihak kepolisian juga telah menyiapkan beberapa pola keamanan terkait pengalihan arus di Kota Surabaya agar tidak terjadi kemacetan seperti aksi pada 22 Februari lalu.
“Intinya jika aspirasi mereka tetap dipaksakan dengan membawa 3.000 armada, pola pengamanan dan pengalihan arus lalu lintas tetap akan kami arahkan,” tambah Edi.
Dalam aksi kali ini, demonstran ingin bertemu Gubernur atau Wakil Gubernur Jawa Timur untuk menyampaikan aspirasi terkait diberlakukannya Undang-Undang LLAJ terkait Overdimensi dan Overload (ODOL).(why)