Oktober 25, 2024

DPRD Minta Pemkot Lakukan Penyisiran Warung Pangku Kian Marak di Surabaya

suararakyatjatim.com – Anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, Imam Syafii, meminta Pemerintah Kota (Pemkot) lebih aktif lagi melakukan penyisiran usaha yang meresahkan. Hal ini menyusul temuan empat warung kopi dinilai meresahkan di pinggiran Kota Pahlawan.

Empat warkop yang berlokasi di Jalan Klumprik PDAM, Kelurahan Balas Klumprik, Kecamatan Wiyung, disegel oleh Satpol PP Surabaya. Warkop tersebut kedapatan menjalankan usaha meresahkan, mulai dari jual beli minuman keras tanpa izin serta menyediakan pemandu lagu dengan layanan mengarah ke prostitusi.

“Komisi A bersama Camat Wiyung, Lurah Balas Klumprik, dan Satpol PP Kota Surabaya menemukan tempat-tempat yang digunakan untuk warung kopi tapi melakukan pelanggaran, yaitu menjual minuman keras kemudian ada rumah musiknya seperti karaoke dan menyediakan LC (pemandu lagu, red). Orang-orang menyebutnya warung kopi pangku,” kata Imam di DPRD Surabaya, Senin (28/11/2022).

Imam mengungkapkan, empat warung tersebut disegel lantaran melanggar Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat sebagaimana telah diubah ke Perda Nomor 2 Tahun 2020. Selain tak mengantongi izin juga mengganggu kenyamanan warga sekitar.

“Usaha tersebut melanggar perda trantibum (ketentraman dan ketertiban umum), karena selain tak mengantongi izin juga mengganggu. Musiknya sangat keras dan bikin bising. Saat ini sudah disegel oleh Satpol PP Kota Surabaya,” katanya.

Ke depan, pihaknya meminta Pemkot Surabaya semakin gencar melakukan penindakan mengingat praktik serupa masih marak terjadi di pinggiran kota. Bahkan, Imam menilai perlu dilakukan tindakan pemidanaan dan berharap Kepolisian bisa melakukan pengusutan lebih lanjut.

“Kita minta Pemkot terus gencar melakukan razia, apalagi di wilayah Surabaya Barat dan wilayah pinggiran Kota Surabaya selama ini sering menjadi lokasi untuk praktik semacam itu,” kata politisi NasDem ini.

Tindakan tegas diperlukan, kata Imam, lantaran sanksi atas pelanggaran perda hanya dikenai tindak pidana ringan (tipiring). Denda yang dijatuhkan pun tergolong rendah.

“Makanya kita berharap aparat kepolisian dalam kasus-kasus seperti ini juga menjajaki kemungkinan adanya delik pidana, supaya mereka kapok dan jera. Kalau didenda Rp100 ribu kurang membuat jera, yang lain bisa mengulangi,” sambungnya.

Diketahui, empat warkop pangku tersebut berdiri di atas tanah milik negara dengan statusnya fasilitas umum (fasum). para pengusaha warkop itu menyewa ke oknum warga sekitar.

Setiap pengelola warung merogoh kocek Rp1,350 juta per bulan. Sudah termasuk listrik Rp250 ribu dan buka portal Rp100 ribu.

Empat warkop ilegal tersebut beroperasi mulai pukul 11.00-17.00. Perempuan-perempuan seksi yang dipekerjakan merupakan buangan dari warung di Jurang Kuping yang sebelumnya sudah ditertibkan lebih dulu oleh aparat kecamatan.

“Jadi ini bukan warung remang-remang, karena mereka buka mulai siang sampai sore. Sedangkan yang melakukan usaha di situ orang luar Surabaya, yang datang juga dari orang luar, lalu pemandu lagunya, cewek-ceweknya itu buangan dari Jurang Kuping. Karena diobral, mereka pindah ke situ,” katanya.

Imam mengklaim, sementara ini belum ditemukan adanya praktik prostitusi. Hanya sebatas kopi pangku, menemani nyanyi sambil dipangku.

“Sejatinya, adanya bangunan warung tersebut niatnya baik. Didirikan untuk dimanfaatkan pemberdayaan masyarakat, menampung pelaku UMKM. Tetapi karena sewanya Rp1 juta tersebut, maka warga merasa terlalu tinggi dan mahal. Akhirnya beberapa warung nganggur tidak terpakai, yang ini kemudian dimanfaatkan oleh orang luar, karena mungkin ada yang menawari, sehingga supaya laku tercetus ide dibuatkan untuk usaha seperti itu,” tandasnya.

Sementara Sekretaris Komisi A DPRD Kota Surabaya, Budi Leksono berharap kepada Satpol PP, lurah dan camat bisa berkolaborasi dalam hal pengawasan, sehingga tidak sampai ada tempat-tempat seperti ini yang sangat mengganggu lingkungan.

” Ya, mungkin warga khawatir adanya pengaruh negatif dengan adanya tempat-tempat hiburan seperti itu, “ungkap dia.

Politisi PDIP ini menyatakan,
mungkin perlu penambahan personel untuk pengawasan tempat-tempatseperti ini.

“Jadi jangan sampai aturan yang tertuang dalam perda ini diabaikan, sehingga ada warga yang semaunya sendiri.Selain itu, jangan sampai dianggap buat kafe-kafe itu tebang pilih, di sana ada kenapa kok dibiarkan. Jadi daerah-daerah pinggiran seperti ini mungkin butuh pengawasan lebih ketat, ” pungkas dia.(why)