suararakyatjatim.com – Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Hj. Khusnul Khotimah, S,Pdi., M.Pdi., menyampaikan perkembangan pasca PPDB. Sebelumnya sebanyak 4.628, namun kini menjadi kisaran 3000 calon peserta didik yang masih belum mendapatkan sekolah.
Hal itu dikatakannya seusai menggelar rapat koordinasi terkait Seragam Sekolah bersama Dinas Pendidikan dan Dinas Koperasi UMKM Kota Surabaya.
Termasuk data existing anak-anak Surabaya yang telah diterima di sekolah negeri maupun swasta. Khusnul pun mengakui pada rapat Evaluasi PPDB pada tanggal 1 Agustus kemarin tersampaikan di komisi D ada sebanyak 4.628 siswa yang belum dapat sekolah.
“Terakhir, memang pada saat rapat di tanggal 1 Agustus kemarin evaluasi PPDB tersampaikan di komisi D waktu itu masih ada 4.628 siswa yang belum dapat sekolah,” katanya.
“Nah, tadi ada data masukan perkembangan terbaru tinggal sekitar 3.000-an. Artinya kalau segitu berarti masih ada perkembangan dan mereka (Dinas Pendidikan) baru saja menyelesaikan sekitar 1.628 calon peserta didik yang telah mendapatkan sekolah,” imbuh Khusnul.
Legislator fraksi PDI Perjuangan ini menekankan kepada Dinas Pendidikan Surabaya untuk harus selalu melakukan update data perkembangan terbaru calon peserta didik yang telah mendapatkan sekolah di Surabaya.
Disamping itu, Politisi PDI Perjuangan ini juga meminta kepada Dinas Pendidikan Surabaya untuk membuka call center. Agar dapat menerima laporan atau untuk memfasilitasi warga Surabaya yang belum mendapatkan sekolah.
“Termasuk juga bisa melalui camat, lurah, RT dan RW. Kami minta untuk memastikan, bahwa anak-anak di lingkungan terdekat mereka itu sudah mendapatkan sekolah atau sekolah yang diinginkannya, sesuai dengan jarak dekat tempat tinggalnya,” tegasnya.
Khusnul pun menyadari bahwa untuk menyelesaikan perkara 4.628 calon peserta didik yang belum mendapatkan sekolah sebelumnya memang tidak mudah. Menurutnya sangat penting untuk berkoordinasi antara pihak Dispendik dengan Kemenag untuk memantau data anak Surabaya yang masuk sekolah.
“Yang mungkin juga masuk ke MTS atau pondok pesantren untuk kroscek data. Termasuk juga dengan sekolah swasta agamis,” ujarnya.
Khusnul pun menjelaskan, secara data keseluruhan anak-anak warga Surabaya yang masuk SD Negeri ada sebanyak 30.125 siswa. Sedangkan SD swasta itu ada 4.028, lalu yang masuk ke Madrasah Ibtidaiyah Negeri atau swasta itu ada 3.050.
“Maka secara keseluruhan anak Surabaya yang sudah masuk ke sekolah dasar, artinya dari TK ke SD itu sebanyak 37.213. Intinya, sebanyak 37.213 anak Surabaya di usia sekolah dasar saat ini sudah mendapatkan sekolah,” terang Khusnul.
Lanjut Khusnul, kemudian data yang secara umum kalau SMP Negeri itu yang diterimakan sebanyak 12.850, sedangkan untuk swasta itu 5.438. Lalu anak-anak Surabaya sekolah di MTs negeri maupun swasta itu 909.
“Artinya secara keseluruhan itu 19.237. Data ini ya kalau negeri itu jelas tidak mungkin bertambah. Tapi tadi disampaikan untuk yang swasta ini masih bergerak terus datanya,” jelas Khusnul.
Khusnul pun menerangkan, bahkan kalau misalnya kita temukan di lapangan ada data anak-anak yang masih belum dapat sekolah, maka tetap kita masukkan agar diupayakan segera mendapatkan sekolah.
“Jadi artinya, ini masih terbuka sambil memastikan 4000 anak ini tadi yang belum dapat sekolah segera dapat terselesaikan dan tertuntaskan secepatnya dalam waktu dekat,” ungkap Khusnul, Senin (28/08/23).
Sementara terkait data detail siswa gamis dan pra gamis yang telah masuk sekolah, Khusnul mengatakan data masih dihitung. Karena menurutnya, dalam rapat minggu depan juga akan mengundang Dinas Sosial.
“Kalau data gamis dan pra gamis ini nanti menarik datanya dari Dinas Sosial,” singkat Khusnul.
Sebenarnya apa sih bedanya gamis, pra gamis dan gamis ekstrim itu? Batasannya dimana? Khusnul pun menjelaskan lagi, dirinya pernah mengunjungi dan melihat kondisi di lapangan, bahwa angka gamis pada saat PPDB tahun ini memang naik.
“Saya belum lihat data secara keseluruhan ya, nanti kalau kita sudah dapatkan data yang secara pokok, maka kita bisa lihat ada kenaikan yang lumayan. Artinya ada warga yang memang tidak mampu dan membutuhkan intervensi biaya pendidikan dari pemerintah,” pungkas dia.(why)