Surabaya (suararakyatjatim) – Hari Santri Nasional yang jatuh tiap 22 Oktober, banyak wali santri dihadapkan pada ingatan ketika awal mula melepas anak-anaknya ke pesantren.
Perasaan deg-degan, khawatir, namun harus tetap yakin menyelimuti hampir semua orang tahu yang baru melepas anaknya berjauhan dalam menuntut ilmu.
Setidaknya hal itu digambarkan dalam puisi berjudul ‘Terbanglah Bayi Rajawali’ yang dibacakan Ketua DPD Golkar Jatim, M Sarmuji MSi yang disiarkan melalui Youtube, Kamis (22/10/2020) tepat disaat jutaan santri dan wali santri sedang merayakan Hari Santri Nasional.
”Ini puisi yang menggambarkan perasaan saya, perasaan istri saya dan barangkali perasaan semua orang tua yang untuk pertama kalinya melepaskan anaknya ke pondok pesantren,” kata Sarmuji mengawali.
Dalam bait puisinya, Sarmuji menuturkan, masih sangat terasa ujung jari yang dicium anaknya yang diibaratkan ‘Bayi Rajawali’ saat akan berangkat ke pesantren. Demikian juga dengan tetesan air mata yang mengiringi kepergian sang anak dalam menuntut ilmu.
Namun, ujar Cak Sar-sapaan akrabnya, menyadari untuk meningkatkan harkat dan martabat serta derajat manusia tak lain hanya demgan ilmu.
Alasan itulah yang menurut Cak Sar dan hampir semua wali santri harus ‘tega’ melepas anaknya ke pesantren.
“Andai aku tak pernah membaca, mukmin yang kuat lebih dicintai Allah daripada mukim yang lemah, pasti akan terus aku dekap dirimu,” ujar Cak Sar dalam bait puisinya.
Cak Sar menggambarkan, canda tawa anak-anaknya yang membahagiakan dan bakal hilang selepas kepergianya ke pesantren, merupakan perjuangan berat untuk bersikap ikhlas.
Menurutnya, semua wali santri sadar, semakin didekap, maka anak akan semakin lemah. Untuk itu, ujarnya mengibaratkan, dia harus rela anaknya mengepakan sayap untuk belajar mengarungi kehidupan.
“Kepakan sayapmu, akan memperluas cakrawalamu, kepakan sayapmu akan menentukan masa depanmu,” lanjut Cak Sar dalam puisinya.
Dia menyadari, sang anak yang diibaratkan sebagai ‘Bayi Rajawali’ akan merasa takut ketinggian, menggigil diterpa angin gunung, bahkan takut dengan sinar mentari setelah sengaja dilempar dari sarang (rumah,red).
Cak Sar berpesan, santri tak perlu takut mengarungi angkasa. Terlebih, kata dia, sudah banyak santri merasakan hal serupa. Untuk itu, kepergian santri ke pondok sudah saatnya manjalani latihan menghadapi kehidupan.
“Jika engaku menggigil, ingatlah tanpa kepakan sayapmu, elang (burung) akan memangsamu sekalipun engaku bayi Rajawali,” ujar Cak Sar masih dalam bait puisinya.
Bait tersebut menggambarkan, santri tak perlu takut mengarungi kehidupan di pesantren, sebab banyak ancaman, godaan hidup yang bertebaran seiring bettumbuhnya usia dan pengetahuan.
Cak Sar menambahkan, sudah waktunya anak-anak merasakan suasana kehidupan di luar. Sementara sebagai orang tua, pihaknya hanya bisa mengarahkan sekaligus mendoakan dari jauh.
“Kepakan sayapmu, kepakan sayapmu, hanya itu yang akan nenjadikanmu kuat, selamat Hari Santri Nasional, Santri Sehat, Indonesia Kuat,” tutupnya.(why)