Surabaya (suararakyatjatim) – Miris, sudah anaknya mati, Yaidah (51 tahun) ibu kandungnya harus mondar-mandir ke Kemendagri untuk mengurus akta kematian. Yaidah memutuskan ke Jakarta setelah lebih dari sebulan mengurus akta di Dispendukcapil Surabaya tak kunjung kelar.
Tersirat, warga Lembah Harapan, Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri kecewa dengan layanan publik di Surabaya yang selama ini dikabarkan cukup baik, bahkan kerap mendapat penghargaan. Perjuanganya untuk mendapat selembar kertas bukti kematian anaknya tidaklah mudah.
Dia sempat salah arah lantaran menuju Kemendagri. Beruntung, petugas di Kemendagri memberi petunjuk bahwa untuk mengurus surat catatan sipil bukan ke Kemendagri, namun ke Dirjen Dukcapil. Yaidah yang berangkat sendiri pun kemudian meunju Dukcapil, menggunakan ojek online. Tiba di Dukcapil, Yaidah dibuat nelangsa lantaran petugas menegaskan bahwa untuk mengurus surat tersebut cukup di Dispendukcapil Surabaya.
Beruntung, petuga Dukcapil memahami dimana Yaidah merupakan korban oknum di Dispandukcapil Surabaya. Dia pun kemudian mendapatkan bantuan.
Menanggapi kasus tersebut, Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti mengatakan, masalah pengurusan Akta Kematian yang dialami Yaidah menyiratkan bahwa mitigasi layanan publik tidak sigap. Kasus Bu Yaidah, menurutnya, bikian galau masyarakat Surabaya.
”Ini pukulan keras bagi kita, terutama Pemkot Surabaya yang katanya berkomitmen memberikan pelayanan prima terkait pelayanan publik. Bahkan di beberapa kesempatan Pemkot Surabaya mendapatkan penghargaan. Namun, apa yang dialami Bu Yaidah saya kira memukul kita semua. Surabaya dengan keunggulan layanan publiknya tenyata persoalannya seperti ini,” ujarnya.
Mbak Reni, sapaan akrab politisi PKS tersebut mengatakan, kasus yang dialami Bu Yaidah menjadi pelajaran penting dan mengungkap bahwa sebenarnya ada yang tidak siap dilakukan Pemkot dalam melayani publik. Menurutnya, ujar Reni, Pemkot tidak menyiapkan langkah penanganan publik selama Pandemi Covid-19 berlangsung.
”Tidak siap, ini kondisi tidak normal, harusnya ada mitigasi layanan yang sigap. Kasus Bu Yaidah menunjukkan sebaliknya,” ujarnya.
Menurut Reni, semestinya pengurusan Akta Kematian sebenarnya bisa selesai di tingkat kelurahan. Karena di setiap kelurahan sudah ada e-kios yang terkoneksi dengan kecamatan dan Dispendukcapil Kota Surabaya.
Pandemi Covid-19, kata Reni, adalah bencana. Setiap ada bencana harus ada langkah mitigasi untuk menghadapi berbagai hal yang diakibatkan oleh bencana. Salah satunya, akibat pandemi, sejumlah kelurahan juga Dispendukcapil sempat lockdown karena pegawainya ada yang tertular.
Dalam situasi seperti itu, Pemkot Surabaya setidaknya sudah menyiapkan langkah-langkah kemudahan dengan memprioritaskan layanan tertentu yang memang dibutuhkan oleh masyarakat Kota Surabaya.
Menurutnya, ada 1.130-an lebih jiwa yang meninggal akibat COvid-19 di Surabaya. ”Masak ndak terpikirkan soal administrasi kependudukanya?, semestinya tahu ini layanan yang paling dibutuhkan dan disegerakan,” ujarnya.
Adanya kasus Bu Yaidah yang sampai mengurus akta kematian ke Kemendari, kata Reni, menunjukan tidak semua pelayanan publik yang tidak terprioritaskan dan tidak terperhatikan selama pendami berlangsung.
“Sistem ini ya tidak disiapkan Pemkot. Mitigasi layanan tidak sigap. Karena saya sendiri juga menemukan kasus yang mirip. Ada keluarga nakes (tenaga kesehatan) yang perlu mengurus akta kematian prosesnya juga lama,” ujarnya, Selasa (27/10/2020).
Reni memahami, ASN banyak yang tidak konsentrasi memberi pelayanan publik. Sebab, kata dia, saat pandemi berlangsung berbarengan dengan kampanye pelakasnaan Pilwali Surabaya. Menurutnya, ASN Pemkot Surabaya tidak ikut-ikutan memikirkan proses pilwali yang sedang berlangsung. ”Tetap konsen dengan layanan publik, jangan ikut-ikutan,” kata dia.
PKS sebagai partai pendukung Paslon Cawali dan Cawawali Nomor 2, Machfud Arifin-Mujiaman, ujar Reni, berkomitmen memberesi masalah-masalah seperti ini. Sebab, bukan tidak mungkin persoalan seperti ini kerap terjadi dan menimpa masyarakat. Hanya saja, kata dia, banyak yang tidak terungkap ke publik.
Di sisi lain, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya menyampaikan permohonan maaf kepada Yaidah, warga Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri.
Kepala Dispendukcapil Kota Surabaya, Agus Imam Sonhaji menyebut karena miskomunikasi dan salah pemahaman, membuat Yaidah harus berangkat ke Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta untuk menyelesaikan akta kematian anaknya.
Ia menceritakan awal kronologi permasalahan itu. Sekitar bulan Agustus 2020 lalu, Yaidah mengurus akta kematian anaknya di kantor kelurahan untuk tujuan klaim asuransi. Namun, karena dia merasa proses di kelurahan itu lama, akhirnya Yaidah mencari kepastian informasi ke Mal Pelayanan Publik Siola.
“Memang saat itu Mal Pelayanan Publik sedang menerapkan Lockdown, sehingga petugas kita juga terbatas. Karena kebanyakan mereka bekerja dari rumah,” katanya dalam siaran pers yang disampaikan.
Namun, di Mal Pelayanan Publik Siola, Yaidah mendapat informasi dari petugas. Dia menyebut petugas itu tidak memiliki kapabilitas dalam menyelesaikan permasalahan Adminduk (Administrasi Kependudukan).(why)